"Itu berbahaya, mengenai rusaknya biota, terumbu karang, ikan-ikan yang ada di situ mati. Itu kan diduga ada kandungan merkuri juga, itu yang membahayakan," kata Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah saat dihubungi detikcom, Senin (9/4/2018).
Menurut Trubus, kerusakan di Pulau Pari karena minyak tumpah tersebut cukup parah. Dampak panjangnya adalah nelayan yang dapat dirugikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trubus menilai Pemprov harus turun tangan dan bekerja sama dengan dinas terkait. Apabila terlambat diatasi maka, maka dampaknya akan meluas.
"Pemprov harus turun tangan, bekerja sama dengan dinas terkait, masalah analisis amdalnya. Terus perlu juga bagaimana partisipasi masyarakat menjaga itu semua. Dampaknya itu meluas," tutur Trubus.
"Itu bisa (diselesaikan) lebih dari setahun. Kalau cepat penangannya ya tidak akan sampai 3 tahun," imbuhnya.
Sebelumnya Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Herdiman menduga minyak tersebut merupakan air ballast. "Dugaannya (karena air ballast). Ada ribuan kapal itu melintas di Pulau Seribu," ujar Yusen, Minggu (8/4).
Air ballast kadang-kadang dibuang begitu saja menyesuaikan kondisi yang dihadapi kapal. Bila air ballast berasal dari kapal tanki pengangkut minyak, maka airnya bisa juga bercampur minyak. Meski begitu Yusen menyebut ada kemungkinan lain yang menjadi penyebab munculnya minyak di Pulai Pari.
"Tahun lalu sudah pernah, karena air ballast, itu beda sama di Balikpapan minyak tumpah, kita nggak bisa, nggak ada bukti sih, (penyebabnya) air ballast bisa, bocoran tengki juga bisa," tutur Yusen. (rna/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini