"Pelaku itu terpelajar dan dapat berpikir secara logis, tidak mungkin bertindak di luar batas kewajaran. Tapi kalau sudah seperti ini, ya tidak ada cerita lain, harus diberi sanksi tegas. Bila perlu, hukuman mati," kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, Febrian kepada detikcom, Selasa (3/4/2018).
Hukuman mati, kata Febrian, layak diterima para pelaku jika terbukti melakukan perencanaan sejak awal. Namun hal ini tentu harus dibuktikan di persidangan.
Hukuman mati diyakini akan memberi efek jera agar kejadian serupa tidak lagi terulang. Juga memberikan kenyamanan kepada masyarakat di Sumatera Selatan, khususnya sopir Go-Car, yang sudah beberapa kali menjadi korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi ini pun dapat dijatuhkan pada Tyas, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya yang saat ini duduk di semester II. Sebab, Tyas terlibat langsung dalam kasus yang menewaskan sopir Go-Car.
"Saya rasa itu sudah direncanakan. Kalau memang sebagai mahasiswa terlibat sebagai aktor intelektual, tentu sanksi terberat. Tapi juga harus melihat faktor lain yang menyebabkan para pelaku ini nekat," katanya.
"Untuk Tyas, saya apresiasi karena masih ada iktikad baik. Untuk yang masih jadi buron, tentu menjadi pertimbangan hakim saat kasus ditangani di pengadilan," kata Febrian.
Sebagaimana diketahui, Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Sumsel telah menangkap tiga pelaku: Poniman, Bayu, dan Tyas. Poniman ditembak mati polisi karena melawan, Bayu ditembak kedua kakinya. Sedangkan Tyas menyerahkan diri karena takut ditembak. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini