Tito Sebut Tingginya Biaya Pilkada Berpotensi Lahirkan Koruptor

Tito Sebut Tingginya Biaya Pilkada Berpotensi Lahirkan Koruptor

Audrey Santoso - detikNews
Selasa, 27 Mar 2018 14:50 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian. (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengkritik tingginya biaya yang dikeluarkan bagi calon kepala daerah dalam sistem pemilihan langsung. Menurut Tito, sistem ini melahirkan calon-calon koruptor.

"Bayangkan, dua tahun membangun jaringan tidak ada yang gratis. Jadi bupati kalau nggak Rp 30 sampai Rp 40 miliar, nggak berani. Jadi gubernur kalau di bawah Rp 100 miliar nggak berani," kata Tito dalam acara 'Pemberian Penghargaan Kapolri kepada Tim Gabungan Pengungkapan 1,6 Ton Narkoba Jenis Sabu' sekaligus 'Launching Anugerah Jurnalistik Polri Tahun 2018' di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/3/2018).

"Begitu jadi gubernur, bupati, gaji dihitung 5 tahun tidak dapat Rp 20 miliar. Mau tekor? Sama saja dengan sistem pemilihan ini, kita sudah menggiring, menciptakan para koruptor. Tinggal pilih mana-mana saja yang mau ditangkap," ucap Tito.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Tito menerangkan calon kepala daerah petahana juga perlu diamati karena ada modus-modus operandi kecurangan saat pilkada. Kecurangan itu adalah calon petahana mengintervensi aparatur sipil negara atau pegawai negeri sipil (ASN/PNS).

Tito memberi contoh pada anggaran KPUD, ketika calon petahana dapat 'memainkan' anggaran untuk penyelenggaraan pemilu.

"Pemda kita harapkan netral dan berikan anggaran. Ini pun anggaran bisa tarik-menarik. Yang kira-kira punya mau dukung, apalagi kalau petahana-petahana. 'Dukung saya nggak? Kalau dukung, pengajuan kamu 100 persen saya penuhi,'" tutur Tito mencontohkan.


Sebelumnya, dalam rapat dengan DPR, Tito menyarankan para pemangku kebijakan meninjau ulang efektivitas sistem pemilihan kepala daerah secara langsung seperti yang dilaksanakan selama ini. Tito dengan lugas menerangkan rahasia umum tentang biaya menjadi seorang kepala daerah yang besarannya mencapai puluhan miliar.

"Kita menciptakan pilkada langsung, demokrasi berbiaya tinggi. Saya kira kita semua tahu rahasia publik bahwa untuk jadi bupati, wali kota, gubernur, kalau nggak punya uang Rp 20 sampai Rp 30 miliar, mungkin nggak berani maju ke pilkada. Dan kita lihat masyarakat kita didominasi oleh low class, mereka yang kurang beruntung dapat pendidikan dan kesejahteraan," ujar Tito di Ruang Rapat Pansus B, gedung DPR, Kamis (11/1).

"Mereka tidak lihat program, mereka lihat yang bawa uang. Artinya, kita lihat ini fakta yang terjadi dan kemudian kalau kita lihat gaji, setelah jadi gubernur, bupati wali, tidak menutup. Akhirnya korupsi. Jadi kita ciptakan sistem yang buat kepala daerah korupsi," imbuh dia. (aud/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads