"Tidak bisa (suket kolektif), dan itu ketentuannya baru 2018 sehingga tidak bisa suket kolektif. Suket kolektif dimungkinkan untuk pemilih tersebut masuk dalam DPT (daftar pemilih tetap), tapi untuk hak memilihnya diperlukan suket by name per orang," kata Viryan di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).
Sebab, lanjutnya, suket kolektif akan berpotensi menimbulkan masalah. Karena itu, KPU berharap suket dibuat perorangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, 6,7 juta orang terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP. Kemendagri menyebut 2,1 juta di antaranya adalah pemilih pemula yang dapat menggunakan surat keterangan pengganti e-KTP.
"Bahwa di antara 6,7 juta pemilih tersebut terdapat 2,1 juta penduduk yang merupakan pemilih pemula yaitu penduduk wajib pilih yang baru berusia 17 tahun yang dihitung sejak ditetapkan DP4 sampai dengan pada hari H pemungutan suara," kata Mendagri Tjahjo Kumolo (21/3).
Menurut Tjahjo, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi, maka penduduk yang belum berusia 17 tahun belum diperbolehkan diterbitkan e-KTP.
"Solusi atas hal ini, supaya pemilih pemula tersebut dapat menggunakan hak pilihnya, maka pemilih tersebut dapat diterbitkan Surat Keterangan Pengganti e-KTP," terangnya.
"Dalam pengurusan surat keterangan (suket) tersebut dapat dilakukan secara kolektif sebagaimana telah diterapkan pada saat Pilkada Serentak Tahun 2017. Suket kolektif tersebut menyatakan bahwa pemilih tersebut berada dalam data base kependudukan," sambungnya.
(idh/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini