"Jadi tidak mutlak pengemudi atau pengendara yang nabrak sebagai tersangka," kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra saat dihubungi detikcom, Selasa (20/3/2018).
Menurut Halim, dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), tidak selalu pengendara yang menabrak orang atau kendaraan lain dapat menjadi tersangka. "Kalau menurut KUHP demikian, akibat kelalaiannya mengakibatkan seseorang terluka atau meninggal dunia, tapi sekarang tidak. Dengan adanya Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, karena dia tidak bisa memberikan kesempatan pengendara untuk mengerem, dia tidak bisa disalahkan juga," jelas Halim.
Halim mengatakan paradigma tersebut harus diubah. Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), sebuah peristiwa kecelakaan dilihat dari sebab-akibatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penetapan tersangka dalam kasus kecelakaan didasarkan kepada beberapa hal, di antaranya olah tempat kejadian perkara (TKP). "Dilihat dari hasil olah TKP, ada nggak kesempatan pengendara yang menabrak itu untuk ngerem. Nanti bekas rem akan dicek semua, kemudian ditanyakan juga keterangan saksi-saksi, jadi tidak serta-merta pengendara yang nabrak yang jadi tersangka," sambungnya.
Sebelumnya, seorang driver ojek online, Abdillah, tewas setelah terlindas truk trailer di Jl Lodan Raya, Pademangan, Jakarta Utara, pada Senin (19/3) kemarin. Abdillah saat itu hendak menyalip truk dari kanan, tapi tanpa melihat apakah ada cukup ruang untuk menyalip sehingga dia tertabrak truk. Dalam keterangan yang disampaikan polisi, Abdillah dinyatakan sebagai korban sekaligus tersangka. (mei/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini