"Ini ada laporan dana kampanye yang tidak akuntabel. Sumbangan dalam bentuk tidak melalui rekening khusus dana kampanye. Ini yang di luar rekening. Seharusnya dana kampanye harus masuk dalam laporan awal dana kampanye (LADK) dalam rekening yang sudah disediakan," kata anggota Bawaslu Rahmat Bagja, di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdapat total dana sebesar Rp 10.805.174.636 yang digunakan untuk kampanye pilkada di tingkat kabupaten/kota namun tidak dicantumkan dalam rekening dana kampanye. Sedangkan dalam pilkada gubernur, dana kampanye yang digunakan di luar rekening sebesar 3.984.157.334," tuturnya.
Dalam laporan LADK terdapat 177 paslon pilbup/pilwalkot yang diduga tidak sinkron yang memuat penerimaan baik dari pasangan calon, partai politik atau sumbangan dari pihak lainnya.
"Sedangkan, dalam Pilgub terdapat 9 paslon yang diduga ketidaksingkronan dalam laporan LADK," ungkapnya.
Selain dugaan dana kampanye yang tidak sesuai, Bawaslu juga menemukan beberapa dugaan pelanggaran. Di antaranya keterlambatan pembentukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) di 5 provinsi dan 6 kabupaten/kota.
"Juga ditemukan ada petugas PPDP yang berasal dari partai politik," katanya.
Bawaslu juga menemukan dugaan pelibatan pejabat BUMD, BUMN, anggota TNI/Polri, kepala Daerah, ASN, Kepala Desa dalam kampanye. Totalnya ada 426 pelanggaran.
"Kebanyakan dari ASN. Tapi data yang ada lebih banyak lagi kita kembangkan," ujarnya. (fdn/fdn)











































