"Tentu kalau politik dinasti itu terkait apakah proses kepemimpinan di sana objektif atau tidak, ada konflik kepentingan atau tidak, dan apakah pengawasannya maksimal atau tidak. Itu yang membuat politik dinasti salah satunya mempunyai risiko-risiko penyimpangan, termasuk korupsi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (8/3/2018).
Aturan terkait politik dinasti sendiri sebenarnya pernah ada. Tetapi kemudian dibatalkan oleh MK. KPK kemudian menumpukan harapan kepada kebijakan partai politik untuk meminimalisir dampak politik dinasti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya memang politik dinasti sempat dilarang lewat Pasal 7 UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Namun, larangan dinasti politik itu digugat anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan 2014-2019, Adnan Purichta Ichsan ke MK.
Hasilnya, MK menghapus pasal tersebut dalam sidang terbuka untuk umum pada 8 Juli 2015. MK beralasan aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. (nif/rna)











































