"Terdakwa (Nur Alam) minta uang Rp 30 miliar ditransfer ke rekening PT Sultra Timbel Mas Abadi secara bertahap dengan masing-masing di bawah Rp 500 juta untuk menghindari PPATK," ujar jaksa pada KPK saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Jaksa mengatakan, Nur Alam membatalkan polis asuransi yang terkumpul di rekening PT Sultra Timbel Mas Abadi. Kemudian Nur Alam meminta pegawai bank Mandiri Sutomo mentransfer uang di bawah Rp 500 juta secara bertahap ke rekening PT Untung Anaugi, PT Gino Valentino dan PT Bososi Pratama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uang tersebut dipindahkan dengan cara bertahap dengan nilai nominal di bawah Rp 500 juta untuk menghindari kecurigaan PPATK dengan rekening tujuan atas nama PT Untung Anaugi, PT Gino Valentino dan PT Bososi Pratama," ujar jaksa.
"Terdakwa (Nur Alam) sudah terima di rekening PT Sultra Timbel Sutra yang kemudian ditarik Rp 7 miliar digunakan untuk membeli rumah di Jakarta," imbuh jaksa.
Setelah itu, jaksa mengatakan sisa uang Rp 10 miliar yang berada di rekening polis asuransi ditransfer ke rekening pribadi Nur Alam. Hal itu diakui Nur Alam sebagai pinjaman pribadi kepada temannya bernama Chen.
"Terdakwa (Nur Alam) juga berdalih uang Rp 30 miliar yang digunakan untuk membayar premi pada tiga polis asuransi adalah titipan dari temannya bernama Chen, menurut terdakwa adalah teman dekatnya yang dikenal sejak tahun 2002. Dan seorang Chen seorang yang kaya raya hendak membantu terdakwa (Nur Alam) untuk melakukan investasi di Sulawesi Tenggara," jelas jaksa.
Dalam perkara ini, Nur Alam dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar serta subsider 1 tahun kurungan. Nur Alam diyakini jaksa terlibat korupsi dengan memberikan persetujuan izin usaha pertambangan kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) dan menerima gratifikasi Rp 40 miliar. (fai/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini