"Dalam momentum Pilkada tentu saya harap masyarakat menggunakan hak pilihnya, diarahkan pada calon-calon yang bukan dari dinasti politik. Lebih baik dihindari calon-calon dari dinasti politik," kata Oce ketika berbincang dengan detikcom, Jumat (2/3/2018).
Oce menjelaskan dinasti politik akan mempertahankan eksistensinya dan cara merawat kekuasaan adalah dengan membeli dukungan partai. Di situlah, lanjut Oce, dinasti politik membutuhkan banyak uang untuk membayar biaya dukungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dinasti politik dan korupsi itu kan saling terkait. Dinasti politik membutuhkan korupsi untuk merawat kekuasaannya, membeli dukungan partai. Dan sebaliknya, korupsi akan meningkat begitu ada dinasti politik," ujar Oce.
"Polanya begitu, sistem politik kita itu kan sistem politik yang korup. Begitupun sistem Pilkada, ada mahar, politik uang. Untuk merawat agar dinasti politiknya tetap awet, butuh modal yang besar. Modal yang besar biasanya datang dari suap, korupsi proyek-proyek," sambung Oce.
Oce berpendapat, politikus yang memiliki dinasti memang akan lebih mudah menggunakan wewenang
Diberitakan sebelumnya, Wali Kota Kendari Adriatma menerima suap Rp 2,8 miliar untuk membiayai pemenangan ayahnya, Asrun yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara tahun ini. Adriatma sendiri sebelumnya menduduki posisi walikota menggantikan ayahnya, Asrun.
"Ini model pembiayaan pemenangan Pilkada oleh dinasti politik. Meski calonnya itu bukan petahana, tetapi ada anggota keluarga, karib, kerabat atau pendukungnya yang lain ada di pemerintahan," ucap Febri.
"Mereka yang di pemerintahan itu menggunakan kewenangannya untuk korupsi, menghimpun dana dan membantu calon itu. Jadi waspadai calon-calon yang memiliki keluarga, karib, kerabat yang menjabat jabatan strategis di daerah," imbau dia. (aud/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini