Kasubnit V Subdit IV Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kompol Nur Said, menjelaskan kampanye hitam dan kampanye negatif dapat dibedakan dengan dari dua hal. Pertama, soal sumber komunikator.
" Ukurannya Pasal 69, kemudian kalau (negative campaign) sumber komunikator jelas, black campaign asal-asalan," kata Said di Hotel Falatehan, Kebayoran Baru, Jaksel, Selasa (26/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, kampanye negatif dan kampanye hitam juga dapat dibedakan oleh kebenaran pesan dan tujuannya.
"Kebenaran pesan, kalau ini (black campaign) tidak benar atau mengada-ngada. Tujuannya mendiskreditkan karakter seseorang," jelasnya.
Said mencontohkan kampanye negatif dalam Pilkada. Kampanye negatif menurutnya tak bisa dijerat secara langsung melalui peraturan tentang kampanye yang dilarang dalam Pilkada.
"Contoh saya Nur Said calon kepala daerah di Subang, misalnya, terus ada lawan politik saya nulis Nur Said istrinya sepuluh, dan memang istri saya sepuluh. Melanggar tidak? Kan tujuan orang itu menulis istri saya sepuluh, makna yang terkandung di situ jangan pilih Nur Said yang istrinya sepuluh. Pertanyaannya dihubungkan dengan pasal 69? Melanggar di mana? Menghina seseorang? Apakah dia menghina? Faktanya istrinya sepuluh? Contoh saja," ujar Said.
Namun Said menegaskan kampanye negatif bisa ditindak jika meresahkan masyarakat. Menurutnya, jajaran kepolisian harus cermat melihat fenomena tersebut.
"Pinter-pinternya kapolres, pinter-pinternya intel, orang reserse mengeliminir negatif campaign walaupun itu betul tapi meresahkan apakah ada yang punya (aturan) dilarang meresahkan? Ada pak," tuturnya.
(knv/fdn)