"Intinya sebenarnya sama ini (UU MD3) dengan pasal yang ada di RKUHP. Yang kita sayangkan adalah, sebagai sebuah lembaga negara, DPR, sebuah keniscayaan jika dia dikritik oleh media," ujar Sekjen AJI Revolusi Riza di LBH Pers, Jl Kalibata, Jakarta Selatan.
Menurutnya, dengan UU MD3, jika anggota DPR merasa dikritik oleh pemberitaan di media, anggota DPR bisa memidanakan wartawan tersebut. Riza menyebut belum ada batasan kriteria yang mengkritik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: AJI: RKUHP Berpotensi Kriminalisasi Jurnalis |
"Penghinaan itu siapa yang memutuskan akhirnya kan ketika kemudian ada di UU MD3, itu karena ini telah disahkan, maka mekanismenya JR (judicial review), AJI belum memutuskan kapan kita melakukan JR," sambungnya.
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Ditta Wisnu mengkritisi UU MD3. Ia memberi saran kepada DPR untuk berhati-hati melakukan penyusunan.
"Yang sebenarnya kita sedang tawarkan kepada teman-teman DPR, coba berhati-hati saat melakukan drafting, karena suatu saat jika kamu (anggota DPR) sudah tidak jadi anggota Dewan, kamu akan kena dan terdampak," ucap Ditta.
"Dengan UU MD3, kan kesannya mereka seumur hidup jadi Dewan. Kita menariknya, 'Coba kalau kamu tidak terpilih sebagai anggota Dewan, kamu akan kena dengan pasal ini,'" ungkap Ditta. (rvk/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini