Polisi Berhak Sandera yang Mangkir dari DPR, Masinton: Bisa Penahanan

Polisi Berhak Sandera yang Mangkir dari DPR, Masinton: Bisa Penahanan

Tsarina Maharani - detikNews
Jumat, 09 Feb 2018 14:11 WIB
Masinton Pasaribu (Tsarina Maharani/detikcom)
Jakarta - Revisi UU MD3 menyepakati aturan polisi wajib membantu DPR memanggil paksa lembaga atau individu yang mangkir dari panggilan. Anggota Komisi III Masinton Pasaribu menyebut itu merupakan kewenangan DPR.

Dalam RUU MD3, diatur agar polisi bisa menyandera objek yang dipanggil paksa DPR. Itu, menurut Masinton, kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi pengawasan.

"Di negara mana juga, kewenangan parlemen karena dia adalah representasi, perwakilan, rakyat, maka dia diberi kewenangan untuk melakukan pemanggilan siapa pun," ujar Masinton di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (9/2/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Karena prinsip mekanisme kontrol adanya di DPR sebagai representasi rakyat yang dipilih melalui pemilu," sambungnya.

Penyanderaan tersebut, kata Masinton, dapat berupa penahanan sementara oleh kepolisian. Menurutnya, itu dapat dilakukan apabila objek yang dipanggil tidak hadir selama tiga kali berturut-turut.

"Ya kayak ditahan sementaralah. Itu kalau dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas, ya DPR diberi kewenangan melakukan penyanderaan dengan bantuan kepolisian," jelas Masinton.

Dia mengatakan selama ini DPR kesulitan melakukan pemanggilan paksa karena Polri tidak memiliki regulasi yang sejalan dengan DPR. Kewajiban ini pun akan turut diatur dalam peraturan Kapolri.


"Mereka (kepolisian) menyampaikan belum ada ininya, kemudian diinisiasi DPR karena belum ada hukum acaranya," ucap politikus PDIP itu.

Aturan tersebut diatur dalam revisi UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) Pasal 73, yang telah disepakati di Baleg DPR bersama pemerintah. RUU MD3 rencananya dibawa ke sidang paripurna DPR pekan depan untuk pengesahan.

Revisi dalam Pasal 73 menyebutkan secara jelas bahwa kepolisian dapat melakukan 'penyanderaan' maksimal 30 hari kerja dalam rangka pemanggilan paksa. Untuk melakukan hal tersebut, pimpinan DPR dapat mengajukan permintaan tertulis kepada kepolisian untuk kemudian ditindaklanjuti.


Adapun perubahan dalam Pasal 73 di UU MD3 adalah sebagai berikut:

(1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR

(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(3) Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan

(4) Dalam hal badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia

(5) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) pimpinan DPR mengajukan permintaan tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa; dan
(b) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

(6) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera badan hukum dan/atau warga masyarakat untuk paling lama 30 hari

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (tsa/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads