"Pasti kita sudah membentuk tim khusus dan sudah melakukan penyelidikan di lapangan, olah TKP, mencari saksi-saksi, mencari barang bukti, biar terungkap siapa yang berbuat," ujar Kapolres Kutai Timur AKBP Teddy Ristiawan kepada detikcom, Rabu (7/2/2018).
Teddy menambahkan, sudah ada sejumlah saksi yang diperiksa polisi. Di antaranya warga yang melihat dan melaporkan penemuan orang utan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Yaya Suryana menuturkan pihaknya siap membantu penyelidikan. "Intens masuk ke Polres Kutim (Kutai Timur), tidak menutup kemungkinan nanti (Polda) back up di Kutai Timur," kata Yaya saat dihubungi terpisah.
Orang utan itu ditemukan warga pada Minggu (4/2) sore di sekitar kawasan Taman Nasional Kutai Timur. Namun proses evakuasi baru bisa dilakukan pada Senin (5/2).
Saat dievakuasi, orang utan itu masih hidup. Karena kondisinya melemah, orang utan itu kemudian dibawa ke RS Bontang. Orang utan itu kemudian mati karena diduga mengalami infeksi.
Sebelumnya, Centre for Orangutan Protection (COP) mengatakan, dari hasil autopsi pada Selasa (6/2) malam, di tubuh orang utan itu ditemukan 130 peluru. Peluru senapan angin itu bersarang di kepala (74 peluru), tangan kanan (9 peluru), tangan kiri (14 peluru), kaki kanan (10 peluru), kaki kiri (6 peluru), dan dada (17 peluru). Tak hanya itu, ditemukan luka lebam pada bagian paha, dada, dan tangannya.
"Namun tim autopsi hanya mampu mengeluarkan 48 peluru. Penyebab kematian sementara diperkirakan adanya infeksi akibat luka yang lama ataupun yang baru terjadi. Seratus tiga puluh peluru adalah terbanyak dalam sejarah konflik orang utan dengan manusia yang pernah terjadi di Indonesia," kata Manajer Perlindungan Habitat COP Ramadhani. (ams/imk)