Gubernur asal PAN yang awalnya dijerat KPK adalah Sultra-1, Nur Alam, yang menjadi tersangka karena diduga menyalahgunakan kewenangan terkait penerbitan izin tambang yang diumumkan pada 23 Agustus 2016. Akibat dugaan itu timbul kerugian keuangan negara yang cukup besar. Di PAN, Nur Alam pernah menjabat Ketua DPW PAN Sultra. Sementara dalam perebutan kursi Gubernur Sultra, dia diusung bersama partai lain.
"(Soal potensi kerugian keuangan negara Rp 3 triliun seperti disebut di praperadilan) itu dari ahli IPB dan dosen di sana. Kalau di proses penyidikan dalam posisi untuk pembuktian bukti-buti yang di BAP dari ahli, dalam hal ini BPKP. Yang disampaikan dalam praperadilan itu penghitungan awal dari ahli, dari sikap BPKP," ucap Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sebesar USD 4.499.900 atau dalam konversi rupiah saat itu sebesar Rp 40.268.792.850 yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu terdakwa (Nur Alam) sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara," kata jaksa KPK Afni Carolina saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, 20 Oktober 2017.
Jeratan KPK juga melilit gubernur kader PAN lainnya. Dia adalah Gubernur Jambi Zumi Zola. Kepala Daerah yang lebih dulu dikenal sebagai aktor itu ditengarai menerima gratifikasi sebesar Rp 6 miliar terkait sejumlah proyek di Jambi. Zumi diusung oleh PAN, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
"Tersangka ZZ, baik bersama-sama dengan tersangka ARN (Arfan/Plt Kadis PUPR Jambi) diduga menerima hadiah atau janji baik terkait proyek di Jambi, maupun dari penerimaan lainnya sebagai Gubernur Jambi, jumlahnya Rp 6 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, kemarin.
Penyidik KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, tepatnya pada 20 Juni 2017. Ridwan bukan kader PAN, dia kader Golkar. PAN hanya salah satu partai pengusung. Partai pengusung lainnya adalah Golkar, Gerindra, Hanura, PKB, PKPI, NasDem, dan PPP. Ridwan ditangkap karena diduga menerima hadiah atau janji terakit proyek pembangunan peningkatan jalan Tes-Muara Aman dengan nilai proyek Rp 37 miliar serta pembangunan peningkatan jalan Curup-Air Dinginyang bernilai Rp 16 miliar.