"Setiap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak boleh dihalang-halangi untuk dilakukan eksekusi. Kalau ada penghalangan, itu adalah pidana. Artinya akan menimbulkan pidana baru atas penghalangan itu," kata pengamat hukum dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru, Dr Yusuf Daeang kepada detikcom, Kamis (1/2/2018).
Dalam persoalan hukum, kata Yusuf, yang dibenarkan adalah melakukan perlawanan hukum ke pengadilan. Dipersilahkan argumentasi hukumnya dengan alasan-alasan tertentu yang bisa dikatagorikan alasan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yusuf, apapun keputusannya semua pihak harus menghormatinya. Yusuf mengakui eksekusi di lahan kebun sawit 2.823 hektare tidak dipungkiri ada dampak kehilangan ekonomi.
"Tapi dalam hukum tidak boleh diukur ekonomi," kata Yusuf.
Yusuf memberikan perumpamaan dalam kasus tindak pidana korupsi. Dalam mengejar pelaku korupsi menimbulkan biaya yang cukup besar. Dari biaya penyelidikan, penyidikan, penangkapan, proses sidang, sampai putusan dan menjalani hukuman. Terpidana juga diberikan makan selama menjalani masa hukuman. Semua itu menimbulkan ekonomi yang tidak sedikit.
"Bisa jadi biaya yang dikeluarkan untuk menangkap pelaku koruptor cukup besar, sedangkan biaya yang diselamatkan dari kasus itu mungkin sangat sedikit. Tapi dalam hukumkan tidak bisa diukur dari segi ekonomi. Karena dalam hal hukum, kita mencari kepastian hukum," kata Yusuf.
Karena itu kata Yusuf, secara hukum eksekusi wajib dilaksanakan pihak Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang.
"Untuk kepastian hukum, eksekusi wajib dilaksanakan. Kalau mau melakukan perlawanan, silahkan melakukan perlawanan hukum, bukan perlawanan fisik dari pihak yang kalah. Kalau eksekusi dihalangi itu menimbulkan pidana baru," tegas Yusuf.
Sebagaimana diketahui, PN Bangkinang sudah beberapa kali molor melakukan eksekusi di lahan PTP Nusantara V. Molornya jadwal ini karena belum siapnya aparat keamanan dalam mengamankan jalannya eksekusi. Direncanakan kembali eksekusi lahan tersebut dilakukan pada 8 Februari 2018.
Pihak PTPN V sudah menyatakan akan mengerahkan 12 ribu karyawannya untuk menghadang eksekusi tersebut. Sengketa lahan bermula lahan kebun sawit milik negara itu berdiri di kawasan hutan yang diperuntukkan hutan tanaman industri bukan perkebunan sawit.
LSM Riau Madani melakukan gugatan atas kebun sawit yang menyalahi izin tersebut. Di PN Bangkinang pihak Riau Madani menang. Upaya banding di Pengadilan Tinggi (PT) Riau yang dilakukan PTPN tetap kalah. Upaya kasasi pun, MA tetap memenangkan Riau Madani. Pengajuan Kembali (PK) yang dilakukan perusahaan negara itu juga ditolak. Karena sudah berkekuatan hukum tetap, maka pengadilan akan mengeksekusi lahan tersebut. (cha/asp)











































