Namun, sejumlah warga yang menempati lahan itu sejak tahun 1982 menolak untuk dieksekusi. Warga beralasan lebih memiliki hak atas lahan itu karena menempati lahan sejak sebelum Sertifikat Hak Pakai (SHP) yang dipegang Polda Metro Jaya itu terbit.
"Polda sudah memberi somasi waktu itu. Kasus ini sudah disidang secara perdata, sudah dilakukan di pengadilan. Jadi keputusannya bahwa SHP itu sah di sana," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain warga, ada juga delapan orang pengusaha yang merasa memiliki lahan tersebut. Argo mempertanyakan apakah pengusaha tersebut membayar pajak bangunan jika merasa memiliki tanah tersebut.
"Misalnya juga ada pengusaha di sana 8 orang itu, dia tinggal di sana apakah dia bayar pajak juga, dia sudah berapa tahun di situ, keuntungannya berapa. Kalau tanah itu milik Polda Metro Jaya kita meminta boleh gak? Boleh," papar Argo.
Ia tegaskan, Polda Metro Jaya adalah pemilik sah atas tanah itu yang dikuatkan dengan adanya SHP tersebut. Adapun, para warga menempati lahan itu karena sebelumnya diberikan kebebasan untuk menggarap lahan tersebut.
"Dulu disuruh garap daripada kosong. Kemudian dari yang garap dikasihkan ke orang lain, (lalu diberikan) ke orang lain (lagi)," imbuhnya.
Argo mengatakan, eksekusi adalah kewenangan pengadilan. Polda Metro Jaya sendiri bermaksud membangun rumah susun (Rusun) untuk anggota di lahan tersebut.
"Anggota polda kan banyak yang belum punya rumah, banyak yang kontrak, banyak yang punya keluarga belum punya asrama akan kita buat rumah susun di sana untuk anggota," cetusnya.
Argo menyebutkan, Mabes Polri telah menyiapkan anggaran untuk membangun rusun tersebut. Akan tetapi Argo mengaku belum mengetahui berapa anggarannya dan berapa unit yang akan dibangun.
(mei/rvk)