"Nanti dilihat Pasal 48 dan 49 (KUHP)-nya. Dia menembak itu karena apa? Kondisi terpaksa atau bagaimana?" kata Martuani kepada detikcom di kantornya, Senin (22/1/2017).
Dalam KUHP diterangkan bunyi Pasal 48 yaitu 'Barangsiapa melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana'. Sementara Pasal 49 ayat 1 'Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dilihat memenuhi unsur dalam pasal itu atau tidak," sambung Martuani.
Martuani menerangkan saat ini Polresta Bogor juga mendalami dugaan tindak pidana pengeroyokan terhadap Briptu R oleh rekan-rekan korban. "Kalau untuk kasus 170 (KUHP tentang Pengeroyokan) ditangani Polresta Bogor," ucap Martuani.
Peristiwa tertembaknya Fernando terjadi pada Sabtu (20/1) dini hari di Bogor, Jawa Barat. Menurut Ketua Bidang Advokasi Partai Gerindra Habiburokhman, saat itu Fernando bersama rekannya hendak masuk parkir, berpapasan dengan anggota Brimob Briptu R yang hendak keluar dari parkiran.
Pertemuan itu berlanjut dengan cekcok dan Briptu R menodongkan pistol. Hingga kemudian korban dan temannya berusaha memegangi Briptu R agar tidak terjadi penembakan. Saat itulah korban tertembak.
Polisi menegaskan Briptu R akan diproses hukum. Namun polisi menegaskan insiden itu murni masalah pribadi. (aud/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini