"KPK sebenarnya punya wewenang untuk melakukan pemerikasaan meskipun ada pendapat yang menyatakan pasal 21 itu bukan wewenang KPK dalam tindak pidana korupsi. Itu hal lain," kata peneliti PUKAT, Hifdzil Alim saat dihubungi via telepon, Jumat (19/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai profesi ketika mereka melanggar kode etik sebuah profesi apakah penegak hukum harus menunggu mereka memeriksa dulu atau langsung bisa. Ini kan rumit fakta-fakta yang terakhir itu di PUKAT ada rekayasa, dan kemudian dituduh melarikan kliennya, itu memang agak repot menjawabnya sekarang karena memang belum ada jawaban yang sangat jelas soal gimana sebenarnya posisi kode etik profesi terhadap penegak hukum, dan kode etik terhadap Undang-Undang," urainya.
Ia menambahkan penetapan tersangka terhadap Fredrich tidak bisa dicabut dan jalan terus. "Bahwa perkara penetapan tersangka sudah ditetapkan ya sudah berarti jalan terus," sambungnya.
Untuk membela Fredrich Peradi menyinggung KPK soal koordinasi, dan mencontohkan kasus mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto. Hifdzil pun mempertanyakan maksud koordinasi tersebut, menurutnya kasus Fredrich dan Bambang merupakan dua kasus yang berbeda.
"Kalau perlu berkoordinasi karena (kasus) Bambang berkoordinasi, kita lihat dulu. kasusnya Bambang dulu kesaksian palsu dan tidak menghalangi penyidik kasus korupsi. kalau sekarang ini menghalangi penyidikan kasus korupsi. Itu dua hal yang berbeda," jelasnya.
"Kalau dulukan tidak begitu berat, sekarang kasusnya berat. Kalau urusannya kalau KPK tidak kulo nuwun atau permisi, tapi dalam rangka apa dulu ini," tutur Hifdzil. (ibh/ams)