"Peradi menyesalkan tidak adanya upaya dari KPK untuk berkomunikasi atau koordinasi terkait pelanggaran Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap FY (Fredrich Yunadi)," ucap Ketua Peradi Otto Hasibuan dalam keterangannya, Kamis (18/1/2018).
Menurut Otto, KPK harus membedakan upaya menghalang-halangi penyidikan dengan mengkritik penyidikan. Peradi pun meminta KPK bekerja sama dengannya agar tidak tercipta kegaduhan dalam penegakan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Otto membandingkan kasus Fredrich dengan kasus mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto. Saat itu, KPK berkoordinasi dengan Peradi.
"Hal berbeda saat pimpinan KPK menghadapi Polri berkaitan dengan tugas profesi advokat, saat itu justru berkoordinasi dengan Peradi dalam mengkaji penerapan Pasal 16 UU Advokat (Imunitas)," ucapnya.
Otto mengatakan Peradi bisa saja menjatuhkan sanksi kepada Fredrich apabila sejak awal KPK menyampaikan temuan pelanggaran kode etik advokat. Setelah itu, Komisi Pengawas dan Dewan Peradi akan memutuskan Fredrich melanggar kode etik atau tidak.
"Dalam kaitan tersebut, dibutuhkan kerja sama KPK, baik dalam menginfokan temuannya maupun memberi kesempatan kepada Komisi Pengawas dan Dewan Kehormatan Peradi menjalankan tugasnya," kata Otto.
Terlepas dari itu, Peradi sudah membentuk tim penasihat hukum (TPH) untuk memberi bantuan hukum kepada Fredrich. TPH, menurut Otto, sudah menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan KPK dalam kasus Fredrich.
"Ada pelanggaran prosedural dalam penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan, penangkapan dan penahanan," ucap Otto.
"Hal mana sangat disayangkan terjadi pada advokat sebagai penegak hukum, dan kiranya dapat dihindari jika sejak awal terjalin koordinasi yang baik antara Peradi dengan KPK," Otto menambahkan. (aik/dhn)