"Tuduhan sangat serius seolah-olah ketum melakukan penggelapan dana partai. Saya katakan mereka yang kumpul di sana, dua puluh atau tiga puluh orang, kumpul harta kekayaannya. Nggak bisa lawan kekayaan Ketum," kata Benny di Hotel Manhattan, Setiabudi, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
"Artinya seorang ketum yang kita tahu, basis ekonominya ketum, apakah iya mau melakukan penggelapan dana partai?" lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalaupun ada laporkan ke polisi dong? Kenapa tidak pernah mau melaporkan polisi atas apa yang dituduhkan. Jangan-jangan karena mereka takut akan terbuka siapa yang melakukan penggelapan partai," tutur Benny.
Sebelumnya, Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Barat Marlis menilai sejumlah program di era kepemimpinan OSO memberatkan kader partai yang masuk di ranah legislatif, khususnya daerah. Dia mengatakan, selama OSO memimpin partai, anggota Dewan dari Fraksi Hanura harus menyetorkan dana 50 persen dari gaji yang diperoleh. Selain itu mereka juga diminta untuk menyumbang dana partisipasi.
"Ada dana partisipasi, adalah dana yang disumbangkan anggota Dewan berjumlah tertentu sesuai dengan tingkatannya. Kalau DPR RI Rp 200 juta per tahun, DPRD provinsi Rp 50 juta per tahun, kemudian DPRD kabupaten/kota Rp 20 juta per tahun. Itu dibayarkan selama 4 tahun," ucap Marlis, Selasa (16/1).
Marlis pun memandang kebijakan tersebut sangat memberatkan kader-kader yang menjadi anggota Dewan, terutama di daerah. Selain memberatkan, menurutnya, dana-dana itu juga tak jelas apa kegunaannya.
"Nah, ini kita juga nggak jelas ini ujung pangkal uangnya. Kita pertanyakan itu nanti," tuturnya.
Hanura kubu 'Ambhara' juga sudah tak ingin dipimpin oleh OSO sebagai Ketum Hanura. Mereka membandingkan kepemimpinan OSO dengan Wiranto, Ketum Hanura sebelumnya.
"Ketika dengan Pak Wiranto dulu pilotnya, kami dibawa tenang. Kalaupun ada angin kencang, turbulensi tak kuat," ujar Marlis di kantor DPP Hanura, Bambu Apus, Jakarta Timur. (knv/elz)