"Sejak awal kami desak Jokowi bentuk TGPF. Kalau Jokowi yakin perkara ini melibatkan aktor kekuasaan, korupsi mafia, dan lainnya harus ditangani dengan cara yang nggak biasa," kata anggota tim pengacara Novel, Muhammad Isnur, di kantor sekretariat ICW, Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Jumat (12/1/2018).
Isnur kecewa karena selama 9 bulan Polri belum dapat menangkap pelaku penyerang Novel. Padahal polisi sudah merilis sketsa wajah diduga pelaku dengan membuka layanan hotline untuk memberikan informasi soal terduga pelaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi masyarakat antikorupsi ini juga sudah memberikan surat kepada Jokowi dalam aksi Kamisan pada Kamis (11/1) kemarin untuk meminta pembentukan TGPF. Menurut Isnur, anggota TGPF harus diisi orang bersih dan independen.
Sementara itu, aktivis ICW Lalola Easter mengatakan TGPF itu bertugas mencari fakta dan membantu Polri mengungkap kasus penyiraman air keras Novel. Dia mencontohkan beberapa kasus besar yang berhasil diungkap Polri dalam waktu singkat menggunakan alat bukti CCTV, sama seperti kasus Novel.
"Polri pernah berkali-kali mengungkap pidana berbekal rekaman CCTV, misalnya kasus penyekapan dan perampokan yang mengakibatkan kematian di Pulomas, penyerangan terhadap pakar telematika ITB Hermansyah di tol Jagorawi, dan pembunuhan Kampung Rambutan. Pada ketiga peristiwa ini, Polri menemukan dan menangkap tersangka dalam waktu 1-3 hari dengan berbekal CCTV di sekitar lokasi kejadian," ujar Lalola.
Sementara itu, akademisi hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan Polri tidak sungguh-sungguh mengusut kasus ini. Karena itu, dia juga mendorong Jokowi membentuk TGPF.
"Penanganan Novel Baswedan tidak dilakukan secara sungguh-sungguh, meskipun indikasi terakhir memberikan sketsa gambar atas bantuan polisi Australia. Berdasarkan CCTV langsung dilakukan, tapi sekian bulan kemudian. Mestinya dalam 3 hari, tapi kasus novel tidak ada kasus kesungguhan," kata Fickar. (yld/fdn)