Awalnya, Laviana menyebut ada 11 auditor BPK yang akan melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap anak perusahaan PT Jasa Marga. Namun Laviana hanya ingat nama 10 orang itu, antara lain Sigit Yugoharto sebagai ketua tim itu, dengan anggota antara lain Imin, Sutatah, Kurnia, Roy Steven, Bernard, Zaki, Sesil, Andri, dan Fachsin.
Kemudian, Laviana mengatakan tim itu melakukan audit lapangan di 4 lokasi, yaitu Cikarang, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Ketika berada di Cikampek, ada 2 staf Laviana yang mendampingi tim tersebut, yaitu Sigit Sutarno dan Andriansyah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat mendampingi, apa Sigit Sutarno memberi tahu kegiatan auditor?" tanya jaksa KPK pada Laviana dalam sidang lanjutan terdakwa Setia Budi (mantan General Manager PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).
Laviana mengaku mendapat laporan dari 2 stafnya itu. Dari Sigit Sutarno, menurut Laviana, laporannya biasa saja. Namun laporan dari Andriansyah, kata Laviana, ada yang tak biasa.
"Dari Sigit, saya hanya dapat laporan seperti biasa. Menyusuri jalan saja. Kalau Pak Andriansyah, mereka minta refreshing ke karaoke," jawab Laviana.
Laviana menceritakan saat itu Andriansyah mengaku diminta mengantar tim BPK tersebut. Andriansyah, menurut Laviana, tidak tahu lokasinya, tetapi ternyata lokasi itu adalah tempat karaoke.
"Kalau dari Andriansyah, dia diminta mengantar awalnya hanya mau ngopi. Ternyata ditunjukkan lokasinya ditunjukkan BPK, tapi sampai sana Andriansyah tidak tahu dalamnya karena dia tidak masuk. Kalau nggak salah (namanya) Havana," jelas Laviana.
Menurut Laviana, Andriansyah tidak bisa memastikan siapa saja anggota tim BPK itu yang ikut. Dia hanya menyebut Sesil yang tidak ikut.
Setelah itu, jaksa KPK mengungkapkan berita acara pemeriksaan (BAP) Laviana. Dalam BAP itu terungkap adanya permintaan dari Sigit Yugoharto agar PT Jasa Marga membiayai hotel yang ditempati tim BPK tersebut. Namun Sigit sempat menyindir Laviana dengan sebutan 'susah sinyal'.
Awalnya, Sigit Yugoharto mengirimkan pesan via WhatsApp ke Laviana pada 4 Mei 2017. Isi pesan itu adalah permintaan pemesanan hotel. Namun Laviana saat itu tak tahu biaya pemesanan akan dibebankan kepada siapa sehingga pesan Sigit itu tak dibalasnya.
"Akhirnya saya ke bagian keuangan, tanyakan langsung ke Sigit, siapa yang akan membayar hotel orang-orang BPK. Dan dijawab Sigit, 'Ibu ini sudah susah sinyal, tidak paham.' Dan saya jawab lagi, 'Sinyal saya mati, Pak.' Kemudian Sigit berkata, 'Kami yang akan bayar hotelnya.' Namun sampai akhir perdebatan, Sigit saya tanyakan lagi, 'Apakah Jasa Marga yang akan membayar untuk hotel BPK ini?' dan dijawab pelan oleh Sigit, 'Ya.' Dengan menyatakan nanti kuitansinya atas nama kita (BPK)," ujar jaksa KPK membacakan BAP Laviana yang dibenarkannya. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini