Kasus ini bermulai pada 19 April 2013 lalu, saat itu BPOM dan Polda Jabar melakukan razia di Klinik Rafa, Jl Kopo Raya Bihbul, Kota Bandung. Saat melakukan penggeledahan, petugas menemukan beberapa obat kecantikan tanpa izin di klinik ternama tersebut.
Berikut barang bukti obat kecantikan yang disita petugas:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
![]() |
Akibat perbuatannya, dr Trifena diseret ke meja hijau. Pada Januari 2015, jaksa penuntut umum menuntut dr Trifena dengan 1 tahun tahanan rumah dan denda Rp 800 juta. dr Trifena dianggap melanggar pasal 197 UU 36/2009 tentang kesehatan.
Namun dr Trifena membantah dan menyatakan dirinya tidak mengedarkan obat-obatan tanpa izin. dr Trifena menegaskan, obat-obat yang dia racik itu merupakan obat yang sudah memiliki izin edar dari perusahaan farmasi terkenal.
Pada Maret 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, memilih menjatuhkan vonis kepada dr Trifena dengan penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta. Hakim menilai dr Trifena melakukan penyebaran produk farmasi tanpa izin.
Pada Juni 2015, Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat, tetap memvonis dr Trifena dengan penjara 6 bulan. Namun denda dr Trifena yang tadinya Rp 500 juta disunat jadi Rp 50 juta.
Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi ke MA. Rupanya di tingkat kasasi, dr Trifena hukumannya diperberat menjadi 1 tahun penjara. Selain itu, denda terhadap dr Trifena juga dinaikkan menjadi Rp 800 juta.
"Menyatakan dr Trifena secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu," putus majelis kasasi yang dilansir website MA, Selasa (9/1/2018).
Ketua majelis kasasi sidang ini ialah Artidjo Alkostar dibantu Prof Surya Jaya dan Sri Murwahyuni sebagai anggota majelis. Putusan ini diketok April 2017.
(rvk/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini