"Sekarang berkas perkara ada di Kejaksaan, masih dalam pemeriksaan kejaksaan. Tunggu saja mudah-mudahan sudah dianggap cukup," ujar Ari di gedung KKP, Bareskrim Polri, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2017)
Ari menegaskan pihaknya sejak awal serius menangani perkara yang ditaksir merugikan negara sebesar USD 2,7 miliar atau lebih dari Rp 2 triliun. Bahkan Ari mengaku sudah memantau kasus itu sejak masih menjabat sebagai Wakil Kabareskrim Polri pada tahun 2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Ari mengakui pihaknya menemukan sejumlah kendala selama proses penyidikan. Salah satu di antaranya terkait dengan penghitungan kerugian negara.
Selain itu, Bareskrim Polri kembali dihadapkan pada petunjuk jaksa yang menyatakan ada unsur perdata dalam perkara tersebut. Sedangkan penyidik saat melakukan gelar perkara menemukan bukti dugaan tindak pidana.
"Waktu itu kami menghitung total lost di sana (Kejagung) ada penghitungan beda. Ya salah satu di antaranya itu (Kejagung mengarahkan ke perdata)," sambung Ari.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal mengatakan Bareskrim sudah 4 kali mengirimkan berkas tersebut ke Kejaksaan Agung. Namun jaksa terus mengembalikan berkas perkara tersebut ke penyidik dengan alasan belum lengkap.
Kasus ini terjadi pada 2009, ketika SKK Migas melakukan penunjukan langsung terkait penjualan kondensat bagian negara kepada perusahaan yang didirikan HD, HW, dan NKK yaitu PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).
Proses ini diduga melanggar keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS 20/BP00000/2003-S0 tentang pedoman tata kerja penunjukan penjualan minyak mentah/kondensat bagian negara.
Dalam perkara ini, polisi menetapkan tiga tersangka yakni Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.
Para tersangka dijerat Pasal 2 atau pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Tipikor. (fdn/fdn)