"Pendanaan teroris mengalami perubahan jika dulu mulai dari pengumpulan dana sendiri atau self founding. Sekarang melalui sosial media dan crowd founding dengan iklan yang disamarkan," kata Kiagus di kantor PPATK, Jl Ir Djuanda, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika dulu biasanya cash sehingga bisa dilacak di mana dana yang terkumpul dipergunakan untuk organisasi, gaji para teroris dan propaganda. Namun karena sekarang biaya propaganda lebih kecil, biaya itu lebih banyak diberikan untuk senjata dan sebagainya," jelasnya.
Dalam indeks persepsi publik, masyarakat menilai bahwa pelaku tindak pidana pendanaan teroris berasal dari kalangan pengusaha/wirausaha, pengurus/ anggota ormas dan pengurus/anggota parpol. Oleh karena itu pemahaman masyarakat meyakini penegakan hukum dalam upaya pemberantasan pendanaan teroris di Indonesia belum efektif.
"Pengusaha/wiraswasta (5.32), pengurus/anggota ormas (5.11), kemudian pengurus/anggota parpol (4.99). Terlebih dalam menghadapi perubahan pola pikir radikalisme yang mengatasnamakan keyakinan tertentu," tutup Kiagus. (adf/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini