"Kalau kita lihat lagi data dari satelit NOAA, titik hotspot ada dari 2016 ke 2017 angkanya turun 34 persen, kemudian dari 2015 ke 2016 turun 82 persen dan dari 2015 ke 2017 turun 88 persen. Ini hasil record satelit NOAA karena ini kesepakatan ASEAN yang me-record daerah Sumatera dan Kalimantan," ujar Siti dalam rapat kerja nasional pencegahan kebakaran hutan, kebun, dan lahan di ballroom Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).
Siti menyebut pemantauan tidak hanya menggunakan satelit NOAA, tapi juga memakai satelit Terra, yang didukung Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Dari satelit Terra, Siti menyebut hotspot di seluruh wilayah Indonesia pada 2015 sebanyak 70.900.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada 2016 ke 2017, titik hotspot turun 37 persen, kemudian dari 2015 ke 2016, titik hotspot turun 94 persen dan terakhir pada 2015 ke 2017 titik hotspot turun 97 persen," ucap Siti.
Selain hotspot, Siti menyebut luas area kebakaran hutan terus berkurang. Pada 2015, tercatat kebakaran hutan mencapai 2,6 juta hektare, kemudian pada 2016 turun sebesar 94 persen dengan total kebakaran menjadi 146 ribu hektare. Kemudian pada 2017, angka itu turun lagi menjadi 125 ribu hektare atau 15 persen dari tahun sebelumnya.
Untuk wilayah paling rawan terbakar, Siti menyebut lima daerah, yaitu Aceh, Riau, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Meski begitu, wilayah lain juga tetap menjadi perhatian pemerintah. Siti menyebut permasalahan yang dihadapi bukan hanya iklim, namun juga kebiasaan masyarakatnya yang kerap melakukan pembakaran untuk menggunakan lahan. (dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini