"Kami prihatin terhadap proses penegakan hukum khususnya dalam praktik melindungi anak-anak. Ini harus menjadi perhatian Komisi Yudisial," ujar Ketua P2TP2A Jabar Netty Prasetiyani dalam siaran pers, Minggu (3/12/2017).
Kasus ini menurut keterangan Polda Jabar sudah dinyatakan lengkap berkas perkaranya, atau P21, oleh Kejaksaan Negeri Bandung. Berdasarkan ketentuan perundangan kalau perkara sudah dinyatakan P21, maka tertutup peluang untuk praperadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi bukti, kepolisian sudah menyodorkan bukti kuat. Menurut keterangan Dirkrimum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana bahwa telah dilakukan visum terhadap korban.
Selain surat visum yang dikeluarkan oleh RSUD Indramayu, seperti yang disampaikan Umar ke media, penyidik juga memperoleh bukti dari keterangan ahli psikologi, ahli yang telah mengeluarkan visum, dan ahli digital forensik Bareskrim Polri.
Dengan fakta tersebut, menurut Netty, putusan PN tersebut yang malah bisa menjadi kontraproduktif bagi perlindungan anak Indonesia dari kekerasan seksual.
"Ini ancaman serius bagi upaya perlindungan anak dari kekerasan dan kejahatan seksual karena pelaku kejahatan serupa di masa yang akan datang bisa melakukan hal yang sama," jelasnya.
Netty berharap agar aparat penegak hukum bisa bekerja lebih teliti demi tegaknya keadilan dan penyelamatan generasi penerus dari tindak kejahatan. Sementara itu bagi orang tua, agar lebih hati-hati dalam mendidik dan menjaga anaknya.
Namun, jika musibah serupa sudah terlanjur menimpa anak atau keluarga, orang tua dan keluarga dimohon untuk jangan ragu mengungkapkan permasalahannya di depan penegak hukum. Jalan lain yang bisa dilakukan adalah menghubungi P2TP2A untuk mendapatkan pendampingan baik secara hukum maupun pemulihan trauma. (ega/nwy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini