"Soal pengamanan akan kita libatkan kelompok Islam seperti Nahdlatul Ulama, Anshor, untuk bantu. Tekniknya kita lakukan langkah pendekatan kepada mereka (ormas yang kerap sweeping), sosialisasi," kata Tito di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2017). Tito menjawab pertanyaan soal strategi Polri mencegah sweeping yang dilakukan ormas menjelang Natal.
Terkait kegiatan sosialisasi atribut Natal yang tahun lalu dilakukan ormas Islam di beberapa daerah dan dinilai sebagai bentuk sweeping, Tito mengatakan sebagian masyarakat tak paham tentang menghargai hari besar agama lain di luar keyakinannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di grassroot banyak yang nggak paham. Kemudian, apa pun juga ini adalah hari besar. Hari besar agama lain juga bebas kita laksanakan. Hari besar Natal juga (aparat) berikan perlindungan, pelayanan. Termasuk tahun baru juga," jelas Tito.
Dia menegaskan aparat TNI-Polri dan pemda setempat akan bersinergi mengantisipasi gangguan dalam perayaan hari besar. Tetapi masyarakat juga memiliki andil dalam menciptakan situasi tertib.
"Saya kerja sama dengan stakeholder lain, TNI, pemda, pasti bekerja keras. Semua antisipasi potensi gangguan. Tapi semua kembali pada masyarakat agar mendukung untuk tertib," tutur Tito.
Tahun lalu massa FPI mensosialisasi Fatwa MUI No 56 Tahun 2016 tentang hukum menggunakan atribut keagamaan nonmuslim. Sosialisasi yang dianggap sebagai sweeping itu dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, swalayan di Sragen, tahun lalu.
Di Bekasi Kota dan Kulonprogo, Kapolres bahkan ikut membubuhkan tanda tangan dalam surat edaran tentang hukum menggunakan atribut nonmuslim bagi umat Islam. Hal itu membuat kedua kapolres ditegur Kapolri. (tor/tor)