"Perbuatan terdakwa (Nur Alam) bersama-sama dengan saksi Burhanuddin dan saksi Widdi Aswindi yang telah memberikan persetujuan pencadangan wilayah IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah seolah-olah sesuai prosedur," kata jaksa Afni Carolina saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Jaksa menyebut IUP abal-abal itu diduga melanggar Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral, dan batubara. Selain soal IUP, jaksa juga mengatakan kegiatan pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah menyalahi prosedur. Oleh sebab itu negara mengalami kerugian Rp 4.325.130.590.137 atau setidaknya Rp 1.593.604.454.137
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut jaksa, berdasarkan laporan perhitungan kerugian negara akibat kerusakan tanah dan Lingkuangan dari kegiatan pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah sebesar Rp 2.728.745.136.000. Hal itu berasal perhitungan ahli kerusakan tanah dan lingkungan Dr. Ir. Basuki Wasis.
"Selain itu, perbuatan terdakwa bersama-sama dengan saksi Burhanuddin dan saksi Widdi Aswindi juga telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.596.385.454.137," jelas jaksa.
Isi surat dimaksud yakni pada pokoknya memohon pencadangan wilayah pertambangan 3.024 Ha kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra yang mana lokasi dimohonkan PT Anugerah Harisma Barakah sebagian berada di lokasi yang sama dengan lokasi kontrak karya PT International Nickel Indonesia pada blok Malapulu di Pulau Kabaena. Selain itu, wilayah tersebut sebagian termasuk dalam kawasan hutan yang terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Atas perbuataannya, Nur Alam didakwa Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini