"Memang ada sejumlah pihak dari sektor politik yang diduga melakukan korupsi. Namun terlalu imajinatif jika itu dikaitkan dengan pilpres. Bagi KPK, kami fokus saja pada aspek hukum," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada detikcom, Jumat (17/11/2017).
Fahri berucap kasus ini rekayasa belaka. Menurut pandangan subjektifnya, KPK hanya menciptakan opini agar suasana seolah gawat di mata masyarakat, dengan menjerat Ketua DPR, yang kini terbaring di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Fahri juga menuturkan kasus e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tak dapat dibuktikan. Disebutnya pula, BPKP secara resmi mengatakan tidak ada kerugian sebesar itu. KPK dengan terang membantah tudingan ini.
"Keliru jika melihat penanganan perkara e-KTP dari aspek politik. Kasus ini sejak awal diinvestigasi dengan sangat hati-hati. Tersangka ditetapkan dengan bukti permulaan yang cukup, dan bahkan 2 orang terdakwa sudah divonis bersalah. Kerugian negara pun setidaknya Rp 2,3 triliun," ucap Febri.
"Ada baiknya (Fahri) membaca putusan pengadilan," imbuhnya.
Juru bicara KPK ini menegaskan kasus e-KTP ditangani di jalur hukum. Sangat berbeda dengan pandangan politis Fahri.
"Karena itulah, setiap proses yang dilakukan dalam penanganan kasus e-KTP, termasuk penetapan SN (Setya Novanto) sebagai tersangka, perlu ditempatkan dari sisi hukum," tegasnya.
Sebelumnya, Fahri mengatakan Novanto memegang tiket Pilpres 2019. Sebab, partainya, Golkar, mewakili suara rakyat.
"Ini bukan soal Novanto, ini soal tiket yang dia pegang, kalau saya percayanya begitu. Karena kan bohong banyak bohong yang lainnya ya. Tiket pilpres, soal tiket pilpres kok. Suara Golkar suara rakyat," kata Fahri membuka penjelasannya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. (nif/dhn)











































