"Kalau KPK itu kan memang kantor beritanya top dia kan. Mister Febri Diansyah (Kabiro Humas KPK) ya, kalau ngomong tuh standar aja (Fahri menirukan ekspresi Febri saat bicara yang dianggapnya datar alias standar), ha-ha-ha...," kata Fahri membuka penjelasannya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Fahri melanjutkan tentang kasus e-KTP yang dikatakannya hanya untuk perebutan tiket Pilpres 2019. Menurut Fahri, kasus e-KTP yang disebut merugikan negara Rp 2,3 triliun tak dapat dibuktikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantaran pendapat pribadinya, Fahri mengaku heran Novanto terus diburu dalam kasus ini. Di sinilah dia mengatakan kasus ini hanyalah perebutan tiket Pilpres 2019.
"Ketua DPR diburu-buru, makanya saya confirmed dulu ini adalah perebutan kursi Pilpres 2019. Saya nggak percaya nih ramai-ramai begini, ini bohong aja kalau menurut saya ya," tuding Fahri.
"Ini bukan soal Novanto, ini soal tiket yang dia pegang, kalau saya percayanya begitu. Karena kan bohong banyak bohong yang lainnya ya. Tiket pilpres, soal tiket pilpres kok. Suara Golkar suara rakyat," imbuh dia.
Fahri juga heran Presiden Joko Widodo lepas tangan terkait kasus yang membeli Novanto. Padahal, menurut Fahri, Jokowi selalu dimanjakan oleh Novanto dalam hal persetujuan pengambilan keputusan strategis yang melibatkan parlemen.
"DPR ini pengin menjaga. Kita ini sudah memanjakan pemerintah ya, terutama di bawah kepemimpinan Pak Nov. Jokowi ini dibikin manja terus. Minta tax amnesty dikasih, minta ini dikasih, APBN dimudahkan, semua dimudahkan," jelas Fahri.
"Tapi di luar sana ribut, presidennya dia bilang nggak mau ikut campur, gimana. Negara jadi negara preman gini, gimana," pungkas Fahri.
Baca Juga: Lakon Dua Malam Novanto (gbr/dkp)











































