Ahli: POM TNI dan KPK Harus Bentuk Tim Koneksitas

Praperadilan Heli AW-101

Ahli: POM TNI dan KPK Harus Bentuk Tim Koneksitas

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 07 Nov 2017 15:43 WIB
Suasana praperadilan heli AW-101 (Foto: Yulida Medistiara/detikcom)
Jakarta - Ahli hukum pidana Chairul Huda menyebut KPK dan POM TNI harus membentuk tim koneksitas sebelum melakukan penyidikan bersama. Chairul dihadirkan pihak pemohon praperadilan, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh, yang telah berstatus tersangka kasus pengadaan helikopter AW-101.

"Jadi yang berwenang untuk melakukan penyidikan yang dilakukan bersama sama orang yang tunduk terhadap peradilan sipil dan peradilan militer adalah tim koneksitas ini," kata Chairul dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2017).

Ia mengatakan proses penyelidikan boleh dilakukan oleh KPK dan TNI secara terpisah. Namun jika sudah masuk tahap penyidikan harus dibentuk tim koneksitas, supaya hak tersangka sipil untuk menggugat praperadilan terjamin hak asasi manusia (HAM).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau penyelidikannya boleh dilakukan KPK sendiri TNI sendiri. Penyidikannya harus tim koneksitas ini karena kalau penyidikannya kan belum ada upaya paksa. Kalau sudah penyidikan sudah ada upaya paksa bisa ditangkap bisa digeledah, bagaimana sipil nanti kalau sudah disita oleh TNI bagaimana dia bisa dipersoalkan sedangkan di UU militer tidak ada praperadilan dia hanya bisa mempersoalkan di pengadilan negeri," kata Chairul.

Ia mengatakan tim koneksitas itu terdiri dari POM TNI dan penyidik KPK. Aturan itu berdasarkan Pasal 89 KUHAP.

Sedangkan di aturan UU KPK Pasal 42 disebutkan KPK berwenang melakukan koordinasi. Akan tetapi menurut Chairul koordinasi tersebut berbeda dengan bentukan tim koneksitas karena tim tersebut jika mengacu Pasal 89 KUHAP dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pertahanan dan Keamanan (sekarang disebut Menhan) dan Menteri Kehakiman (sekarang Menkum HAM). Jika kedua kementerian itu tidak mau membentuk tim koneksitas menurut Chairul maka akan melanggar administrasi.

"Itu mengkoordinasi baik penyelidikan, penyidikan, penuntutan, mengkoordinasi, mengendalikan perkara dalam hal ini. Tetapi yang melaksanakan action itu harus lah tim koneksitas. Itu di sana dijamin di orang sipil, kepentingan umum dan orang militer di jamin di sana," ucapnya.

Menurutnya pasal 89 KUHAP hingga saat ini masih relevan. Jika tidak dilaksanakan maka penyidikan yang dilakukan POM TNI dan KPK dianggap tidak sah.

"Menurut pendapat saya nggak sah penyidikan yang dilakukan baik oleh POM TNI maupun KPK. Kalau POM nggak bisa dipraperadilankan," ujarnya.

Sementara itu, anggota biro hukum KPK, Efi Laila mengatakan telah ada aturan UU KPK pasal 42. Dalam aturan itu KPK selaku pengendali dan pengkoordinasi dengan pihak lainnya.

Selain itu dengan adanya tim koneksitas dikhawatirkan akan mempengaruhi independensi penyidik KPK yang berada dalam satu tim tersebut. Padahal sesuai pasal 3 UU KPK diatur independensi KPK.

"Itu dulu (aturan) saat ini sudah ada dinamika perkembangan UU itu tidak mutlak karena di KPK itu pengendali dan pengkoordinasi adalah pengendali tingkat paling tinggi apakah splitzing terpisah atau koneksitas. Kalau tim gabungan akan ada pengaruh yang akan berpengaruh ke independensi KPK, di khawatirkan dipertanyakan karena ada unsur lain," ujar Efi. (yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads