JLS merupakan jalan utama menuju kawasan wisata Anyer dan Kota Cilegon. Di kanan-kiri jalan, mulai berdiri kawasan industri dan tempat hiburan malam. Di Desa Lebak Denok, Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon, Banten, bukit-bukit dikeruk oleh para perusahaan tambang pasir. Rata-rata, lahan yang dikeruk milik warga dengan cara disewa atau dibeli pengusaha.
Perusahaan penambang pasir berbondong-bondong menggali pasir dengan alat berat sehingga membuat bukit yang ada di desa tersebut menjadi tebing-tebing tinggi. Pengerukan itu sudah berlangsung sejak 2000-an, ketika JLS dibangun oleh Pemkot Cilegon guna mempermudah menuju kawasan wisata pantai Anyer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukit yang dulu asri kini gersang dan berdebu akibat maraknya pengerukan pasir di wilayah itu. Tanahnya, kata Muadiah, biasa dikirim ke berbagai daerah dan hanya di Banten. Biasanya, tanah kerukan itu digunakan untuk pendirian pabrik baru.
"Kan bisa juga buat nguruk pabrik, kalau yang pesan kurang tahu. Tapi biasanya dikirim ke luar Cilegon," kata dia.
Kala ia masih kecil, masih terdengar suara jangkrik dan hewan melata saat malam hari tiba. Kini malah deru mesin ekskavator dan truk pengangkut pasir yang terdengar menggantikan suara hewan.
"Yang jelas pasti keganggu suara-suara mesin itu. Kalau dulu kan di sini masih belum berisik suara mesin kayak sekarang," ujarnya.
"Sekarang lihat saja, banyak kubangan air bekas ditambang, kan kelihatan bekas dikeruknya," lanjut dia.
Kampung Jerenong tepat berada di sisi kiri JLS menuju kawasan Anyer. Jika melintasi jalan itu, di sisi kiri jalan banyak terdapat tulisan 'jual pasir ayak' dan 'jual pasir basah dan kering' untuk menunjukkan bahwa di situ terdapat penambangan yang memperjualbelikan pasir.
Saat menyusuri kawasan tambang, truk-truk pengangkut pasir hilir mudik mengangkut hasil tambang. Tebing-tebing di seputar tambang terkadang menjadi spot foto yang unik.
"Tanahnya memang punya orang sini, tapi sudah pada dijual, jadinya dikerukin gitu kalau sudah dijual," Muadiah menambahkan.
Muadiah menyatakan warga sekitar tidak merasa risi dengan melewati jalan yang diapit jurang tersebut. Ia menuturkan kebiasaan yang menjadikan kengerian menjadi sirna.
"Nggak ngerasa takut, biasa saja, warga sini sudah biasa," ucapnya.
Meski deru mesin terus mengganggu kenyamanan, namun pihak perusahaan yang melakukan aktivitas penambangan tidak pernah memberikan kompensasi kepada warga.
"Kalau itu saya nggak pernah nerima, dan selama ini emang nggak ada," tuturnya. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini