"Jadi kejahatan-kejahatan hate speech sekarang tidak murni karena ideologi. Tetapi ada boncengan-boncengan lain, seperti politik," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadil Imran.
Hal tersebut dia sampaikan dalam seminar bertajuk 'Bahaya Hoax Melalui Media Sosial sebagai Ancaman Disintegrasi Bangsa', yang diselenggarakan mahasiswa STIK/PTIK Angkatan '72 di auditorium PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadil menuturkan perkembangan ujaran kebencian terasa sejak 2015 hingga saat ini. Dia mengungkapkan sebuah analisis tentang maraknya penyebaran ujaran kebencian saat agenda-agenda politik berlangsung.
"Kepolisian melakukan profiling dan investigasi di dunia internet dengan cyber patrol dan lain-lain karena fenomena ini menjadi tren. Yang menarik bahwa di Indonesia, hate speech dari 2015, 2016, sampai sekarang, lebih khusus (marak) pada saat periode kalender kamtibmas tertentu," ungkap Fadil.
"Apakah pilkada, apakah ada pesta-pesta yang lain dan sebagainya, atau sedang ada isu yang berkembang," sambung dia.
Karena itu, menjelang Pilkada 2018, Fadil berpendapat kepekaan polisi diperlukan untuk mengendus tindak pidana hate speech.
"Tahun 2018, ada pilkada kalau nggak salah di 171 kabupaten/kota/provinsi. Bayangkan saja kalau kegiatan pilkada dieksploitasi semua. Bahaya sekali," ucap Fadil.
"Ini mengapa makanya teman-teman kepolisian harus peka jika ada konten-konten hate speech yang mengganggu kamtibmas, yang mengarah pada pendukung atau timses tertentu," imbuh dia. (aud/jor)