"Nggak tahu, belum diberi tahu saya," kata Djarot di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Sedangkan PAM Jaya selaku BUMD pengelola air di Jakarta mengaku akan mempelajari putusan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erlan mengaku pihaknya belum menerima putusan dari MA tersebut. Ia akan segera berkoordinasi dengan Pemprov DKI dan perusahaan terkait untuk membahas putusan MA tersebut.
"PAM juga harus segera berkoordinasi dengan pemilik perusahaan dan dalam hal ini tentu Pemprov DKI Jakarta," sebutnya.
Sebelumnya, MA menyatakan tergugat, yaitu Pemprov DKI, telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta. Hal itu terwujud dalam pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997 yang diperbarui dengan PKS tertanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini.
"Menyatakan para tergugat telah merugikan Pemda DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta," ucap majelis, yang terdiri atas Nurul Elmiyah, Sunarto, dan Panji Widagdo sebagaimana dilansir dari website MA.
Atas hal itu, majelis memerintahkan:
1. Menghentikan kebijakan swastinasasi air minum di Provinsi DKI.
2. Mengembalikan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
3. Melaksanakan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Hak Asasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi UU Nomor 11 Tahun 2015 juncto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2012 hak atas air komite PBB untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. (fdu/rvk)











































