Dikatakan Arsul, KPU menerima mereka sebatas menghormati rakyat yang bertamu ke KPU. Dia menilai KPU telah mengkaji secara cermat dan teliti persoalan kepengurusan PPP dengan menggunakan parameter perundang-undangan, khususnya UU Parpol dan UU Pemilu.
"Nah, siapapun yang menggunakan parameter UU maka akan sampai pada kesimpulan bahwa klaim DF dan segelintir pengikutnya sebagai pengurus DPP PPP tidak ada dasar atau legitimasi hukumnya," kata Arsul lewat keterangan tertulisnya, Selasa (10/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pakai Jas PPP, Djan Faridz Datangi KPU |
Arsul yang merupakan kubu Ketum Romahurmuziy (Romi) ini mengatakan, ada empat hal yang melandasi kesimpulan tersebut. Anggota Komisi III DPR RI ini mengatakan, kubu Djan sudah tak memiliki legitimasi hukum terkait pengesahan kepengurusan PPP.
"Pertama, satu-satunya legitimasi kelompok DF selama ini adalah Putusan Kasasi MA No. 601/2015. Nah, Putusan Kasasi No. 601 ini telah secara tegas dibatalkan oleh MA sendiri dengan Putusan PK No. 79/2017. Jadi satu-satunya legitimasi kelompok DF sudah tidak ada lagi," tutur Arsul.
Poin kedua, Arsul menilai selama ini kubu Djan Faridz merujuk pada Putusan Mahkamah Partai (PP) PPP dan menggunakan beberapa ahli hukum untuk membangun opini di ruang publik. Menurutnya, hal itu sebagai penyesatan informasi.
Baca juga: Kata SDA soal Kisruh PPP yang Berlarut-larut |
"Ini merupakan bentuk penyesatan informasi (misleading information), oleh karena tidak ada Putusan MP PPP yang secara eksplisit menyatakan kepengurusan DF adalah yang sah," ujarnya.
"Bahkan ketika akan dilaksanakan Muktamar Pondok Gede tahun 2016 yang lalu, MP PPP menyampaikan pendapat hukum kepada Presiden dan Menteri Hukum dan HAM bahwa solusi penyelesaian kepengurusan PPP dengan Muktamar ulang yang diikuti oleh semua pihak," sambung Arsul.
Menurutnya, penggunaan opini ahli hukum untuk membangun opini publik justru mengorbankan reputasi dan integritas keilmuan karena hanya diberi informasi sepotong-potong. Arsul menyebut pendapat MP PPP untuk menggelar muktamar di Pondok Gede pun tak diinfokan kepada para ahli hukum dari kubu Djan.
"Ketiga, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta telah menolak gugatan TUN DF atas SK Menkumham terkait dengan kepengurusan PPP setelah Muktamar Pondok Gede tahun 2016. Penolakan gugatan ini seiring dengan penolakan Mahkamah Konsitusi (MK) atas tiga permohonan DF dan kelompoknya terkait dengan uji materi pasal tentang pengesahan kepengurusan partai dalam UU Parpol dan UU Pilkada," ungkap Arsul.
Poin keempat, Arsul menilai yang diutarakan oleh Djan soal MenkumHAM Yasonna Laoly tak melaksanakan Putusan MA dalam perkara kasasi TUN No. 504/2015 juga menurutnya tak benar. Menkumham telah mencabut SK Kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dan mengembalikan SK Kepengurusan kepada kepengurusan hasil Muktamar Bandung yang dipimpin oleh Suryadharma Ali dan M. Romahurmuziy yang kemudian menyelenggarakan Muktamar Pondok Gede pada April 2016.
"Pertanyaannya mengapa kok bukan menerbitkan SK bagi kepengurusan DF? Maka jawabannya, adalah karena: satu, Putusan kasasi MA-nya tidak memerintahkan demikian, kedua permohonan pengesahan kepengurusan DF tidak memenuhi syarat administratif, antara lain karena akta notaris yang DF mohonkan sudah diubah oleh DF sendiri," ucap dia.
"Oleh karena itu sudah saatnya DF membaca kembali secara cermat aturan perundang-undangan yang ada dan meneliti kembali seluruh dokumen terkait dengan persoalan PPP. Setelah itu, perlu introspeksi untuk berhenti terus-menerus memelihara kesan di ruang publik bahwa PPP masih terpecah belah," imbuh Arsul.
Seperti diketahui, PPP pernah mengalami dualisme kepengurusan setelah ada muktamar berbeda pada 2014. Muktamar di Surabaya memutuskan Romahurmuziy sebagai ketua umum, sedangkan muktamar di Jakarta memilih Djan Faridz. Melalui berbagai proses hukum, PPP yang dianggap resmi oleh pemerintah adalah PPP kubu Romi.
Saat ini KPU tengah membuka pendaftaran bagi partai politik untuk bisa menjadi peserta Pemilu 2019. Djan Faridz pun mendatangi KPU untuk berkonsultasi mengenai masalah di tubuh PPP.
"Alhamdulillah, hasil audiensinya baik sekali. Kita gembira dengan KPU. KPU ternyata sangat paham dan sangat mengerti status hukum dari Muktamar Jakarta. Jadi beliau meminta kepada kami bersabar sebentar. Beliau akan plenokan permasalahan ini di internal beliau," ujar Djan setelah bertemu dengan Ketua KPU Arief Budiman, Senin (9/10). (jbr/elz)