"Keterangan saksi di muka pengadilan dengan muka penyidik itu tidak bisa disamakan. Untuk membuktikan (kesaksian) tidak benar harus ada bukti lain, misal bukti elektronik untuk meng-counter keterangan saksi di persidangan bahwa keterangan Miryam tidak benar, tapi sekali lagi tidak bisa dibandingkan keterangan saksi di pengadilan dengan di BAP," ucap Chairul dalam sidang dengan terdakwa Miryam S Haryani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).
Chairul merupakan ahli yang dihadirkan pihak Miryam. Dia menyebut BAP bukan merupakan alat bukti dalam perkara pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut BAP merupakan pedoman atau konstruksi pembuktian suatu perkara. Dia menegaskan bila bukti yang sah adalah keterangan saksi di persidangan.
"Jadi yang harusnya benar yang dinyatakan di muka persidangan, tentu bukan BAP-nya, tapi alat bukti lain," katanya.
Menanggapi itu, Miryam menanyakan soal keabsahan penetapan status tersangkanya. Chairul meluruskan Miryam bahwa dalam persidangan perkara pokok tidak membahas soal keabsahan tersangka.
"Saya jadi tersangka 5 April. Kemudian alat bukti di atas tanggal 5 April menurut ahli sah nggak?" tanya Miryam.
"Saya kira persidangan itu tidak berkaitan dengan sah tidaknya (penetapan tersangka). Itu (ranahnya) praperadilan," jelas Chairul.
Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (ams/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini