Dihadirkan Miryam ke Sidang, Ahli Pidana: BAP Bukan Alat Bukti

Dihadirkan Miryam ke Sidang, Ahli Pidana: BAP Bukan Alat Bukti

Aditya Mardiastuti - detikNews
Senin, 02 Okt 2017 19:03 WIB
Miryam S Haryani (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menyebut berita acara pemeriksaan (BAP) tidak bisa dijadikan alat bukti. Menurut Chairul, harus ada alat bukti lainnya yang menguatkan suatu tindak pidana yang dilakukan seseorang.

"Keterangan saksi di muka pengadilan dengan muka penyidik itu tidak bisa disamakan. Untuk membuktikan (kesaksian) tidak benar harus ada bukti lain, misal bukti elektronik untuk meng-counter keterangan saksi di persidangan bahwa keterangan Miryam tidak benar, tapi sekali lagi tidak bisa dibandingkan keterangan saksi di pengadilan dengan di BAP," ucap Chairul dalam sidang dengan terdakwa Miryam S Haryani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).

Chairul merupakan ahli yang dihadirkan pihak Miryam. Dia menyebut BAP bukan merupakan alat bukti dalam perkara pidana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kita lihat dari alat bukti keterangan saksi di pengadilan. BAP itu bukan alat bukti dalam perkara pidana di peradilan. Bukti itu keterangan saksi di pengadilan. Kecuali BAP di alat bukti surat, bisa juga dalam keterangan saksi yang tidak hadir di muka sidang," kata Chairul.

Dia menyebut BAP merupakan pedoman atau konstruksi pembuktian suatu perkara. Dia menegaskan bila bukti yang sah adalah keterangan saksi di persidangan.

"Jadi yang harusnya benar yang dinyatakan di muka persidangan, tentu bukan BAP-nya, tapi alat bukti lain," katanya.

Menanggapi itu, Miryam menanyakan soal keabsahan penetapan status tersangkanya. Chairul meluruskan Miryam bahwa dalam persidangan perkara pokok tidak membahas soal keabsahan tersangka.

"Saya jadi tersangka 5 April. Kemudian alat bukti di atas tanggal 5 April menurut ahli sah nggak?" tanya Miryam.

"Saya kira persidangan itu tidak berkaitan dengan sah tidaknya (penetapan tersangka). Itu (ranahnya) praperadilan," jelas Chairul.

Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (ams/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads