"Soal materi berkas BAP jaksa terhadap Pak Eddy, saya tidak dalam kapasitas untuk merespons karena itu proses hukum. Kita menghormatinya. Tetapi saya mau meluruskan informasi yang sesat itu," ujar Taufik kepada detikcom, Kamis (28/9/2017).
Menurut Taufik, soal urusan audit BPK tidak ada kaitannya dengan anggota DPR, melainkan dengan kesetjenan DPR sebagai birokrat atau pegawai pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena seperti kata Prof Eddy sendiri, konteksnya dia berkelakar. Guyonan. Terus terang terkait WTP, WDP, di DPR tidak ada kaitannya dengan anggota DPR, tapi itu tugas dan tanggung jawab tupoksi kesetjenan DPR," sebut Taufik.
Dia membantah pernyataan yang menyebut anggota DPR, dalam hal ini Fahri Hamzah dan Akom (saat itu masih Ketua DPR), akan marah terkait predikat audit BPK. Fahri Hamzah sendiri hingga saat ini masih menjabat pimpinan DPR.
"Artinya tidak betul, tidak benar sekali, tidak ada intervensi apa pun yang bisa dikte pemeriksaan BPK. Karena objek pemeriksaan pun tupoksi kesetjenan DPR, yang merupakan birokrat pemerintah," kata Taufik.
"Untuk anggota DPR, sesuai UU, laporan tanggung jawab keuangannya bersifat lumsum, dikoordinasikan dengan Biro Keuangan DPR. At cost berlaku ke kesekretariatannya, PNS kesekjenan," imbuhnya.
Taufik mengaku heran bila disebutkan Fahri dan Akom marah. Sebab, justru dialah yang merupakan pimpinan DPR Koordinator Ekonomi dan Keuangan.
"Jadi tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pimpinan DPR. Apalagi BPK berada di bawah koordinasi saya, saya kan Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan. BPK mitra saya," tutur politikus PAN itu.
"Jadi nggak ada urusan sama Akom dan Pak Fahri. Saya saja tidak pernah ikut-ikutan urusan audit BPK. PPK-nya dilimpahkan ke kesekjenan DPR sebagai tupoksi mereka," sambung Taufik.
Sebelumnya diberitakan, Eddy Mulyadi menyatakan DPR diberi penilaian opini WTP agar Fahri Hamzah, yang merupakan Wakil Ketua DPR, dan Akom tidak marah. Selain itu, MPR diberi penilaian opini WTP.
Hal itu terungkap ketika jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan Eddy. Dia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Irjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
"Adalah depan DPR, tetapi saya bilang jangan turun opininya karena Akom bisa marah, Fahri marah, BKKBN opini WDP, DPD agak berat kalau untuk WDP, saya meminta untuk DPR dan MPR untuk WTP agar bisa amendemen," jelas jaksa membacakan BAP Eddy saat sidang perkara suap opini WTP Kemendes di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9). (elz/tor)











































