Panglima Dituding Berpolitik, PDIP: Hati-hati Beri Pernyataan

Panglima Dituding Berpolitik, PDIP: Hati-hati Beri Pernyataan

Hary Lukita Wardani - detikNews
Senin, 25 Sep 2017 15:23 WIB
Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira (Foto: Hasan Al Habshy)
Jakarta - Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengenai isu pembelian 5.000 senjata dalam forum internal berbuntut panjang. PDIP mengatakan, bisa saja Jenderal Gatot tengah mencari momentum politik akibat pernyataannya.

"Mungkin saja (Panglima TNI mencari momen politik) akibat statement yang tidak seharusnya disampaikan dan muncul ke publik. Konsekuensinya, orang bisa mempunyai interpretasi yang bermacam-macam terhadap yang bersangkutan," ujar Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira saat dihubungi detikcom, Senin (25/9/2017).

Anggota Komisi I DPR ini meminta Jenderal Gatot lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan. Sebab, pernyataan yang disampaikan bisa saja menjadi multitafsir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Para pemimpin yang seharusnya berhati-hati dalam menyampaikan statement-statementnya sehingga tidak menjadi isu-isu destruktif yang kontraproduktif," tutur Andreas.

Sebelumnya, Ketua Setara Institute Hendardi angkat bicara terkait isu panas itu. Ia menyarankan Presiden Jokowi hati-hati menyikapi polemik yang bermula dari pernyataan Gatot ini. Ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.

"Presiden Jokowi mesti berhati-hati mengambil sikap atas Panglima TNI. Karena Panglima TNI sedang mencari momentum untuk memperkuat profil politik bagi dirinya, maka tindakan atas Gatot Nurmantyo haruslah merupakan tindakan normatif dan biasa-biasa saja, sehingga cara-cara politik yang tidak etis yang sedang diperagakannya secara perlahan menjadi layu sebelum berkembang," ujar Hendardi dalam keterangannya, Senin (25/9).


Hendardi juga menyatakan apa yang disampaikan Gatot merupakan bentuk pelanggaran karena dianggap membocorkan informasi intelijen.

"Pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang isu pembelian 5.000 pucuk senjata oleh institusi nonmiliter, rencana penyerbuan ke BIN dan Polri, merupakan bentuk pelanggaran serius Pasal 3 dan Pasal 17 UU 34/2004 tentang TNI, yang menegaskan bahwa kebijakan pengerahan dan penggunaan kekuatan angkatan perang adalah otoritas sipil. Selain itu, menyampaikan informasi intelijen di ruang publik juga menyalahi kepatutan, karena tugas intelijen adalah mengumpulkan data dan informasi untuk user-nya, yakni presiden," kata Hendardi. (lkw/dkp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads