Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, mengatakan tragedi kemanusiaan itu merupakan tragedi paling kejam dalam abad 21 ini. Menurut Said, agama Budha selalu mengajarkan orang untuk meleburkan dirinya untuk kesucian diri.
"Saya yakin itu bukan ajaran Budha, Budha yang mengajarkan kesucian jiwa, moksa bagaimana orang harus meleburkan dirinya, tidak ada engkau, mereka, tidak ada dia yang ada aku dan kami," kata Said saat konferensi pers di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada di kitab suci Budha itu perang, tidak ada. Kalau Islam ada, ya mengajukan keadilan, membela diri, Budha tidak ada kitab sucinya yang memperbolehkan perang," ujarnya.
Said Aqil juga menyampaikan kekecewaannya terhadap Aung Saan Su Kyi. Menurutnya, penerimaan nobel perdamaian yang didapatkan Aung Saan Su Kyi tidak ada artinya.
"Sekarang Aung Saan Su Kyi, dulu yang berjuang melawan militer beliau sudah menang, malah terjadi ini. Menurut saya percuma, beliau mendapat hadiah nobel, apa arti seorang mendapat hadiah nobel internasional, tidak ada keberpihakan sama sekali kepada yang dizalimi. Kami kecewa dengan sikapnya Aung Saan Su Kyi," jelas Said.
Pernyataan sikap ini juga dihadiri oleh beberapa tokoh lintas agama seperti H Segian dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Romo Agustinus Ulahayana dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Uung Sendana dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Suhadi Sendjaja dari Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), serta Wisnu Bawa Tanaya dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).
Adapun penyataan sikap tersebut :
Menyaksikan dan mencermati represi dan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Rakhine State, Rohingya, Myanmar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KWI, PGI, Walubi/NSI, Matakin, PHDI menegaskan:
1. Mengutuk dan mengecam segala bentuk kekerasan. Tindakan kekerasan adalah tindakan yang mencederai kemanusiaan. Apapun alasannya, hal tersebut sama sekali tidak dibenarkan oleh agama dan keyakinan mana pun.
2. Mengapresiasi dan mendukung penuh langkah Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi dan juga Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam rangka mengupayakan solusi untuk mengatasi tragedi kemanusiaan yang terjadi. Langkah tersebut merupakan langkah kongret dan sigap dalam menyikapi tragedi yang sedang berlangsung.
3. Mendesak seluruh elemen internasional, PBB dan ASEAN untuk bersama lebih proaktif mencari langkah dan solusi dalam menyelesaikan tragedi kemanusiaan yang sedang terjadi.
4. Mengajak seluruh elemen untuk tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan konflik yang terjadi dengan menyeret agama dan keyakinan tertentu. Apa yang terjadi di Rohingya adalah tragedi kemanusiaa. Kita harus meletakkannya dalam kaca mata kemanusiaan tanpa pernah tersekat dan terkotak oleh keyakinan tertentu.
Apa yang terjadi di Rohingya, lebih kompleks dari hanya sekedar simplifikasi isu soal agama. Di sana ada perebutan sumber daya dan juga ada pertarungan politik. Maka, yang peling tepat adalah mendudukkan tergedi di Rohingya sebagai tragedi kemanusiaan.
5. Menyerukan kepada seluruh umat beragama untuk berpartisipasi aktif dalam menggalang donasi dan bantuan kemanusiaan kepada korban tragedi kemanusiaan di Rohingya. Langkah paling bijaksana dan nyata sekaligus dibutuhkan oleh korban saat ini adalah bantuan berupa makanan, sarana kesehatan, dan juga sarana pendidikan. (cim/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini