"Bahwa isu ada 1.200 pilot pemula yang menganggur belum ada kepastian (jumlahnya). Itu juga tidak lulusan Indonesia saja, tetapi banyak yang sekolah di Filipina, Amerika Serikat, Australia, New Zealand. Mereka cari pekerjaan di sini (Indonesia)," kata Wakil Ketua PIP2I Capt Deddy Suparli di Klub Persada, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (20/9/2017).
Permasalahannya, menurut Deddy, para pilot pemula ini masih menganggur karena kebutuhan akan pilot di maskapai rendah. "Kemudian permasalahan belum terserapnya itu karena daya serapnya rendah, seperti maskapai yang rencananya beli sekian pesawat kenyataannya tidak sesuai jumlahnya karena perizinan, izin operasionalnya juga mereka terbatas di situ, lalu juga masih banyak maskapai yang menggunakan pilot-pilot asing," papar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ke depan, misalnya, pemerintah akan menyeleksi, pertama, 100 orang kalau ada yang kurang, misalnya knowledge-nya ditambah, kurang bahasa Inggris-nya ditambah bahasa Inggris-nya, kemudian dilengkapi dengan type rating, dan kerja sama antarkru. Pemerintah juga mengurangi pilot asing, itu nanti hingga habis dan batas usia pensiun yang selama ini 65 tahun akan dikurangi 60, sehingga akan banyak yang pensiun banyak yang terserap," beber Deddy.
![]() |
Pemerintah RI melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan beberapa wacana, seperti moratorium penerimaan siswa penerbang hingga merger antarsekolah penerbang. Deddy, yang juga Kepala Alfa Flying School, menilai wacana moratorium dan merger sekolah penerbang kurang tepat.
"Bahwa merger itu tidak sesederhana itu karena masing-masing sekolah masing-masing kepentingannya, kemudian moratorium ini menyangkut hajat hidup orang banyak, itu sebenarnya diserahkan saja sendiri ke sekolahnya. Kalau sekolah itu tidak bermutu dan tak ada yang minat tergantung kepada siswa mereka akan berhenti sendiri tidak usah dimoratorium. Makanya dengan itu kami minta tidak perlu ada moratorium, tidak perlu ada merger," ucap Deddy. (ibh/aan)