"Untuk sementara, kami kan bekerja sesuai UU KPK yang berlangsung. Kami tidak bisa berandai-andai ke depan. Selama UU seperti itu dan kami berterima kasih terus ke Kejagung yang selalu mengirimkan jaksa bertugas di KPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Dalam pernyataannya, Jaksa Agung membandingkan KPK dengan lembaga pemberantasan korupsi di luar negeri. Syarif menyebut soal fungsi dan kewenangan penuntutan tak berdampak pada indeks persepsi korupsi (IPK) suatu negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu tidak ada hubungannya dengan IPK. Indeks persepsi korupsi itu tidak ditentukan dengan digabungkan penyidikan dan penuntutan, itu kualitas pelayanan publik di Indonesia," tegasnya.
"Singapura itu bukan karena dipisah itu, bahkan di Malaysian Anti-Corruption Commission, itu ada perwakilan jaksa. Nanti ketika MAK Malaysia mulai menyidik perdana menteri sekarang, wakil jaksa itu ditarik. Ada juga contoh lain yang digabung antara penyidik dan penuntutannya. SFO di New Zealand. Dia IPK-nya top ten," sambung Syarif.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengusulkan kewenangan penuntutan KPK harus mendapat izin dari Kejagung. Ia membandingkan kewenangan tersebut di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.
"Kewenangan dari biro antikorupsi Singapura maupun Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja dan meskipun Malaysia memiliki divisi penuntutan, tapi harus tetap mendapat izin dari Kejaksaan Agung Malaysia," ujar Prasetyo saat rapat dengan Komisi III hari ini. (gbr/elz)











































