Kabar terbaru, rapat kerja Menteri BUMN dengan Komisi V dan Komisi XI DPR diwakilkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Rapat tersebut membahas dividen dan efektivitas penyertaan modal negara (PMN).
Dalam rapat itu, posisi Rini yang tak bisa ikut rapat kembali mencuat. DPR memberikan simpati kepada Sri Mulyani, yang harus menanggung akibat pemboikotan terhadap Rini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemboikotan DPR terhadap Rini berawal dari rekomendasi Pansus Angket Pelindo II pada akhir Desember 2015. Pansus Pelindo sendiri terkait dengan masalah kontrak JICT antara Pelindo II dan HPH karena terindikasi kuat telah merugikan negara dengan menguntungkan pihak asing.
Baca Juga:
Sudah di Tangan Presiden, Ini Rekomendasi Lengkap Pansus Angket Pelindo II
Ada beberapa rekomendasi lainnya terkait dengan Pelindo II. Namun yang paling keras adalah Pansus Angket merekomendasikan Presiden menggunakan hak prerogatif untuk memberhentikan Menteri BUMN Rini Soemarno karena dianggap melanggar aturan.
Larangan Menteri Rini menghadiri rapat kerja (raker) di DPR, termasuk dengan mitra kerjanya di Komisi VI DPR, sebenarnya turunan dari rekomendasi Pansus Angket. Plt Ketua DPR saat itu, Fadli Zon, diminta melarang Rini hadir ke DPR. Praktis, hingga kini, Rini tak bisa ke DPR, termasuk membahas program kerja dan anggaran Kementerian BUMN.
Larangan Rini hadir di DPR tertuang dalam surat yang diteken Fadli Zon, yang terbit pada 18 Desember 2015. Larangan rapat dengan Menteri Rini diketahui atas permintaan Pansus Angket Pelindo II. Fadli lalu meneruskan permintaan itu ke DPR, kemudian menyurati Komisi VI sebagai mitra kerja Kementerian BUMN.
Baca Juga:
Rini Dilarang ke DPR Sejak Akhir 2015, Ini Alasannya
Larangan Rini hadir di DPR disebut juga atas permintaan Fraksi PDIP. Sebab, mayoritas fraksi lain mengeluhkan adanya kebijakan tersebut karena membuat agenda rapat kerja menjadi terganggu. Larangan itu disebut belum bisa dicabut bila tak dibahas dalam rapat paripurna DPR, seperti saat rekomendasi dibacakan.
"Itu hasil putusan Paripurna DPR atas usul Pansus Pelindo II. Jadi sifatnya mengikat. Jadi pemberlakuannya masih berlaku sebelum ditinjau ulang di paripurna," kata Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno melalui pesan singkat, Kamis (16/6).
Soal peninjauan ulang pelarangan Rini ke DPR, PDIP masih menunggu rekomendasi angket Pelindo II dilaksanakan. Bila belum, PDIP masih ingin Rini tetap diboikot.
"Apakah rekomendasinya sudah dieksekusi atau belum? Tidak kredibel kalau belum dijalankan sudah ditarik. Seperti main-main jadinya," ujar Hendrawan.
Goyangan DPR terhadap Rini berlanjut hampir dua tahun. Terbaru, DPR meminta BPK melakukan audit investigatif terhadap 6 BUMN penerima PMN yang mengalami kerugian pada 2016. Tentu saja ini berdampak terhadap Rini sebagai Menteri BUMN.
Permintaan audit investigatif ini merupakan lanjutan dari kesimpulan rapat Komisi XI DPR dengan Sri Mulyani, yang menggantikan Rini. Audit dianggap perlu mengingat 6 BUMN yang malah merugi, padahal sudah disuntik modal.
"Itu merupakan kesimpulan rapat Komisi XI dengan Menkeu tanggal 7 September 2017," terang anggota Komisi XI DPR Misbakhun, Jumat (8/9).
Pihaknya menambahkan Sri Mulyani juga sudah menyetujui langkah tersebut. Bahkan Sri Mulyani sendiri telah menyurati BPK untuk mengetahui akibat kerugian 6 BUMN penerima PMN.
"Menkeu juga menyampaikan bahwa Menkeu juga sudah berkirim surat ke BPK untuk meminta audit yang sama karena Menkeu menganggap perlu adanya evaluasi menyeluruh atas pemberian PMN selama ini," tutur Misbakhun.
Dimulainya audit terhadap 6 BUMN diserahkan langsung kepada BPK. Misbakhun meyakini permintaan audit dari DPR bisa cepat ditindaklanjuti oleh BPK.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, pemboikotan yang berkepanjangan terhadap Rini berdampak tidak baik. Pimpinan DPR pun akan melakukan rapat konsultasi dengan pihak pemerintah. Apalagi belakangan ada persoalan pelik menyangkut BUMN yang mendapatkan PMN.
"Kalau Menkeu merangkap Menteri BUMN padahal Menteri BUMN ada, kita juga nggak sehat. Ya terlepas dari rekomendasi Pansus Pelindo, semua harus berjalan sesuai jalurnya," tutur Taufik kepada wartawan, Jumat (8/9).
"Rencananya, pimpinan akan meminta rapat konsultasi mengundang Menteri Keuangan bagaimana kaitan pembahasan APBN 2018. Setelah mendapat penjelasan dari Komisi XI, Komisi VI, terus terang saja Badan Anggaran juga sudah menyampaikan pembahasan kaitan pertanggungjawaban Menteri Keuangan bahwa BUMN yang sudah disetujui mendapatkan PMN, sudah mendapatkan kucuran itu rugi. Itu hal yang perlu dievaluasi oleh DPR karena melibatkan puluhan triliun rupiah," imbuh pimpinan Dewan Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan itu.
Soal Rini digoyang santer agar rontok dari kursi Menteri BUMN memang sudah lama didengungkan. Lantas, kuatkah Rini menghadapi goyangan kali ini? (elz/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini