"Tak bisa satu kelompok masyarakat liar seenaknya sendiri ke sana ke mari tanpa ada satu peraturan yang dipatuhi dari negeri ini. Biar saja lah mereka siap. Siap itu biasa," ujar Wiranto di kampus Universitas Tarumanegara, Jl Letjen S Parman, Jakarta Barat, Selasa (5/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Siap ke sini siap bela, itu pernyataan spontanitas karena semangat. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak seperti itu. Butuh satu proses, satu perundangan, satu mekanisme yang dipatuhi dari pemerintah Indonesia," sambungnya.
Aksi terkait bela Rohingya harus dilakukan dengan tertib. Keamanan dan kenyamanan warga juga harus diperhatikan.
"Demo itu tidak liar, demo itu tertib, demo itu tidak merusak, silakan saja. Hak asasi, tapi tertib tidak mengganggu ketenangan masyarakat lain," tegasnya.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian melarang adanya aksi solidaritas Rohingya di Borobudur. Demonstrasi tak bisa dilakukan di objek vital termasuk kawasan cagar budaya.
"Larang. Aksi Borobudur dilarang. Saya sudah perintahkan Kapolda Jateng jangan diizinkan (aksi). Caranya jangan terima surat pemberitahuan karena ini objek vital, tempat turis internasional kemudian jadi wolrd heritage, warisan dunia," ujar Tito di Mabes Polri.
Tito mengatakan kasus terkait Rohingya tidak terkait dengan agama. Apalagi perwakilan umat Buddha Indonesia (Walubi) menurut Tito sudah mengelurkan pernyataan sikap yang tegas mengecam pemerintah Myanmar.
"Ini bukan persoalan antara masyarakat Buddha, Indonesia apalagi dengan masyarakat Islam, tidak. Ini permasalahan antara pemerintah yang berkuasa dengan kelompok etnis yang dianggap melakukan penyerangan terhadap pemerintahnya," sambung dia. (fdn/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini