KPK masih menimbang akan ditempatkan di mana kuda tersebut. Pasalnya, dalam mekanisme penyimpanan barang hasil gratifikasi, belum diatur untuk hadiah semacam ini. Sebab, kuda membutuhkan biaya pemeliharaan, berbeda dengan benda mati.
"Kuda ini nggak bisa kami simpan dan nggak bisa dilelang di sini, karena membutuhkan biaya pemeliharaan. Makanya nanti setelah pimpinan setuju agar ini menjadi milik negara, kita pikirkan kuda ini ditaruh di mana," ujar Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (30/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya kita ingin ada museum gratifikasi biar orang belajar, ya. Tapi kita kan punya Museum Kepresidenan, Balai Kirti, ada juga di Istana," usulnya.
Dua ekor kuda Presiden Jokowi bernilai sekitar Rp 70 juta (sebelumnya ditulis Rp 170 juta). Jokowi merasa tak enak bila langsung mengembalikan kepada pihak pemberi. Oleh karena itu, ia memilih menyerahkannya kepada KPK.
"Terakhir, Bapak Presiden Jokowi melaporkan dua ekor kuda dari Nusa Tenggara, nilainya sekitar Rp 70 juta," tutur Giri.
KPK akan menaksir lebih dahulu soal nilai-nilai barang yang diberikan dan menganalisis kepentingannya. Setelah itu, baru diputuskan apakah barang tersebut diserahkan ke negara dalam bentuk apa dan disimpan di mana.
"Nanti biasanya akan ada surat dari kami apakah harus ditaruh di museum, ditaruh di istana, atau dilelang. Ada beberapa skema yang akan kami usulkan nanti," tutur Giri. (rna/fiq)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini