Perjuangkan Korban Tragedi 1965, YPKP 65 Minta Perlindungan Negara

Perjuangkan Korban Tragedi 1965, YPKP 65 Minta Perlindungan Negara

Heldania Ultri Lubis - detikNews
Rabu, 30 Agu 2017 15:16 WIB
Konferensi pers YPKP 65 di Ruang Rapat Komnas Perempuan (Foto: Heldania Utri Lubis/detikcom)
Jakarta - Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) menyebut tindakan persekusi massa belakangan semakin marak. YPKP 65 pun meminta aparat keamanan negara menjamin keselamatan masyarakat untuk berkumpul.

"Kami mendesak pemerintah dan Kepolisian RI untuk melindungi para korban '65. Karena intensitas tindakan persekusi massa ini seakan mendapatkan dukungan politik dan legitimasi pascapenetapan Perppu Nomor 2/2017," ujar Ketua YPKP 65 Bedjo Untung dalam konpers yang berlangsung di Ruang Rapat Komnas Perempuan, Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2017).

Bedjo menyatakan tindakan persekusi itu merupakan tindakan main hakim sendiri yang menyalahi aturan. Menurutnya, sanksi tegas atas tindakan persekusi itu juga masih minim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Tindakan hukum yang tegas terhadap aksi persekusi dari massa intoleran saat ini masih minim. Bahkan dengan adanya pembiaran terhadap kasus tertentu ini membuat seakan (pelaku persekusi) mendapat dukungan aparat negara dan pemerintah," katanya.

Bedjo mengatakan, saat ini tindakan persekusi itu juga menyasar pada petugas lembaga negara. Salah satunya adalah yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat pada 26-27 Agustus dan di Kroya Cilacap, Jawa Tengah pada Senin (21/8) lalu.

"Di kedua daerah ini terjadi serangan massa dalam jumlah besar. Secara semena-mena membubarkan pertemuan antara korban '65 dan petugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)," sebutnya.

Bedjo menambahkan, pertemuan tersebut selalu dikaitkan dengan kebangkitan PKI. Padahal, menurutnya, hal itu sama sekali tak benar dan tak mendasar.

"Itu naif sekali. Gambarannya saja sudah jauh dan kepala para korban penyintas '65 yang semuanya telah renta. Terlepas dari apapun alasannya persekusi ini tak bisa ditolerir, kecuali kita semua mau terjadi kehancuran demokrasi dan matinya supremasi hukum di Indonesia," sebutnya.


Bedjo pun menyampaikan, selama ini kaitan PKI dan YPKP 65 adalah tidak benar. Beberapa diskusi pun telah digelar secara publik, untuk memperjelas posisi YPKP 65 yang memperjuangkan para korban tragedi '65.

"Dalam banyak kesempatan kami banyak melakukan diskusi publik terbuka. Pernah ada FGD di LBH temanya membuka kotak pandora. Kami juga pernah diskusi di UI sekitar tahun 2010 dan juga simposium membahas soal tragedi 65 ini. Jadi kami terbuka, tidak ada yang kami tutup-tutupi," tuturnya.

Ia pun menyebut yang diperjuangkan oleh YPKP 65 adalah adanya koreksi sejarah atas korban-korban tragedi '65. Menurutnya mereka ialah para patriot perjuang bangsa yang harus diapresiasi.

"Sudah sering kami terangkan soal ini. Mereka (korban tragedi 65) adalah pendukung setia Pancasila dan UUD 1945 yang luar biasa namun termanipulasi karena berita atau sejarah soal pemberontakan 65, padalah itu tidak benar. Tidak pernah ada yang namanya pemberontakan, itu selalu berulang kami jelaskan," imbuhnya.


Sebagai informasi, YPKP 65 mencatat adanya tindakan persekusi pada pertemuan korban 65 dan YPKP 65 mulai pada Kamis (17/8) lalu. Persekusi itu dilakukan terkait rencana pertemuan dan kedatangan tim assessment LPSK ke Cilacap.

Keesokan harinya, Jumat (18/8) sekitar pukul 20.00 WIB, tiga orang petugas dari Kecamatan Kroya mendatangi lokasi pertemuan dan membuat suasana yang "tak memungkinkan" untuk melanjutkan pertemuan itu. Pertemuan tersebut pun akhirnya dibatalkan.

Selanjutnya, pada Senin (21/8) pertemuan hanya diikuti empat orang korban '65. Usai pertemuan berlangsung, massa datang lagi menggereduk lokasi pertemuan.

Meskipun tak terjadi insiden keributan ataupun pengrusakan, YPKP 65 menganggap aksi tersebut merupakan ancaman atas demokrasi dan kebebasan berkumpul. YPKP 65 juga menyatakan tak anti terhadap Pancasila, sehingga tak perlu diperlakukan secara berbeda. (hld/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads