Suap 'Sapi-Kambing' dan Peran Panitera yang Tak Bisa Diremehkan

Suap 'Sapi-Kambing' dan Peran Panitera yang Tak Bisa Diremehkan

Faiq Hidayat - detikNews
Rabu, 23 Agu 2017 16:32 WIB
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta - Untuk kesekian kalinya, KPK mengungkap keterlibatan panitera dalam pusaran suap di pengadilan. KPK pun seolah ingin menyampaikan pesan bila peran panitera tak bisa dianggap remeh dalam menentukan suatu putusan perkara.


Buktinya, panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Tarmizi yang baru ditangkap pada Senin (21/8) kemarin bisa bersiasat dengan pengacara. Dia menjanjikan pengurusan suatu perkara agar mendapatkan imbalan.

"Iya (peran panitera tak bisa dianggap remeh). Sebab itu korupsi disebut extra ordinary crime. Seseorang bisa lebih dominan dari yang lain karena banyak hal, bukan karena kekuasaan saja. Bisa juga karena network, powernya network. Itu bisa jadi lebih powerful dari jabatan atau pangkat," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada detikcom, Rabu (23/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Saut lalu mengatakan bila setiap kasus suap atau korupsi pasti ada aktor utama dan yang mengiringi atau turut serta. Oleh sebab itu, menurut Saut, KPK selalu menelusuri peran masing-masing pelaku untuk mencari siapa aktor utama di balik suatu kasus.

"Di mana-mana dalam suap atau korupsi ada kaitan orang yang bertindak sebagai pemeran utama atau turut serta. Nanti kita lihat sejauh apa peran setiap pihak. Jadi belum bisa juga digeneralisir sesuatu kelompok atau subsistem lebih dominan dari yang lain jadi kata 'bersama-sama' itu nanti bisa dilihat yang mana yang dominan," ujar Saut.

Terakhir KPK menangkap Tarmizi yang mencoba bermain mata dengan seorang pengacara bernama Akhmad Zaini. Tarmizi pun menjalin komunikasi dengan Akhmad dengan sandi 'sapi' untuk uang ratusan juta rupiah dan 'kambing' untuk uang puluhan juta rupiah.

[Gambas:Video 20detik]


Dalam beberapa kasus sebelumnya, KPK berhasil membuktikan bila peran panitera cukup dominan. Kabar terakhir yaitu Edy Nasution yang hukumannya bertambah dari 5,5 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara di tingkat kasasi.

Ketua majelis Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Prof Abdul Latief sepakat memperberat hukuman sebagaimana dakwaan jaksa KPK. Dalam pertimbangannya, MA juga mengabulkan dakwaan uang suap Rp 1,5 miliar dari bos Paramount Enterprise yang merupakan anak perusahaan dalam lingkup Lippo Group, Eddy Sindoro.

Kasus bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan kepada Edy. Dari penangkapan itu, KPK menyasar rumah Sekretaris MA Nurhadi. Dalam pengeledahan itu, istri Nurhadi yang juga pejabat Mahkamah Agung (MA), Tin Zuraida mencoba menghilangkan barang bukti. Bahkan, KPK menemukan uang miliaran rupiah di kloset kamar mandi pribadi Nurhadi. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads