Sosiolog Musni Umar mengatakan, apa yang dilakukan oleh Farhan itu salah kaprah dan melanggar aturan. Sebab seseorang boleh saja menyampaikan kritik terhadap pemerintah namun juga harus sesuai dengan aturan.
"Pada hakikatnya mengkritik itu bagian dari demokrasi, tetapi cara mengungkapkannya itu harus diperbaiki. Tujuannya menyampaikan pesan. Tetapi yang jadi persoalan itu bukan lagi mengkritik tapi menghina. Itu sudah ada di dalam Undang-Undang ITE," ujar Musni saat berbincang dengan detikcom, Senin (21/8/2017) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Boleh mengkritik, menyampaikan pendapat karena itu adalah hak asasi manusia (HAM) yang dijamin Undang-Undang. Cara menyampaikan kritik harus santun, tidak memojokkan, tidak menghina, tidak menista. Itu saja yang harus diperbaiki," kata Musni.
"Tapi masyarakat kita itu dalam banyak hal kemudian menyampaikan kritik kemudian bernada menghina dan menista. Polisi sebagai pelaksana Undang-Undang pasti melihat siapa yang melakukannya dan kemudian dikenakan pasal yang terdapat dalam Undang-Undang ITE. Saya kira mengkritik Presiden Jokowi, Kapolri atau siapapun boleh saja asal caranya santun," imbuhnya.
Sebelumnya, Kapolrestabes Medan Kombes Sandi Nugroho mengatakan Farhan menghina Presiden Jokowi dan Kapolri karena tidak puas dengan pemerintahan saat ini.
"Latar belakangnya tak puas dengan pemerintah dan Kapolri, di share ke Facebook dengan akun palsu," kata Sandi di Mapolda Sumut, Senin (21/8).
Farhan ditangkap di rumahnya di Jalan Bono, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan. Dari situ, petugas menyita 2 unit laptop, 4 unit HP, dua unit router. (nkn/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini