Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU Jakarta menemukan dampak lain dari kebijakan pemerintah melalui Permendag No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol ini.
Kondisi ini membuat peredaran miras oplosan meningkat dan justru dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Hal ini didapatkan dari survei yang dilakukan pada Februari-Maret 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan sebanyak 71,5 persen responden mengaku membeli miras oplosan di warung jamu. Warung jamu jadi pilihan utama karena mudah diakses, jarang ada razia, serta ada hampir di setiap sudut jalan dan gang. Sisanya di warung kelontong 14,3 persen dan melalui perantara 7,1 persen.
Dari riset tersebut, ditemukan juga fenomena mencengangkan. Sebanyak 65,3 persen responden di bawah umur mengonsumsi miras oplosan. Menurutnya, sebagian besar masyarakat belum teredukasi akan bahaya miras.
"Ini yang sangat memprihatinkan. Padahal kebanyakan mereka yang mengonsumsi minuman tergolong masih remaja, masih usia sekolah, baik sekolah menengah pertama dan menengah atas," ungkap Wahid.
Dia mengatakan hal ini harus disikapi serius oleh pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus fokus pada produksi, distribusi, dan pengawasan penjualan minuman beralkohol juga wajib memenuhi standar kesehatan melalui registrasi BPOM.
"Karena itu tadi, kalau dilarang total berdampak pada konsumsi minuman oplosan dan itu lebih berbahaya," tegasnya.
Tidak hanya itu, pemerintah dan pelaku usaha wajib memberikan edukasi dan informasi yang jelas mengenai larangan konsumsi minuman beralkohol di bawah umur 21 tahun serta bahaya mengonsumsi minuman alkohol berlebihan.
Menurutnya, miras hanya dapat dijual jika sesuai dengan batas umur yang disyaratkan, yaitu 21 tahun ke atas. Pelaku usaha juga harus melakukan penjualan yang bertanggung jawab dengan memeriksa identitas setiap konsumen.
"Jadi seluruh stakeholder harus terlibat di sini. Pemerintah bekerja sama dengan pelaku usaha serta masyarakat wajib memberikan edukasi mengenai bahaya oplosan dan bahaya konsumsi minuman beralkohol di bawah 21 tahun," tuturnya.
Survei ini dilakukan dengan melibatkan 327 responden remaja berusia 12-21 tahun. Responden dipilih secara random bertingkat, pengacakan kecamatan, kelurahan, dan rukun tetangga (RT) dengan tingkat kepercayaan 94,5 persen dan margin of error 5,2 persen. (jbr/fdn)