Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyatakan, gedung DPR saat ini sudah cukup padat mengingatnya banyaknya anggota dewan dari banyaknya partai politik yang ada. Selama ada dana dan sektor lain tak memerlukan, pembangunan gedung baru silakan saja tapi dibuat multi years.
"Perlu (gedung baru), tapi anggaran tipis jadi harus pakai prioritas. Karena banyaknya partai jadi ya tidak cukup. Makanya kurangi dulu partainya dengan naikan parlementary thresholdnya ke 10%, minimal 10%. Itu implikasinya," ujar Agus saat dihubungi detikcom, Selasa (15/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DPR mengusulkan anggaran Rp 5,7 triliun untuk RAPBN 2018. Di antaranya akan dipakai untuk membangun gedung baru pengganti gedung Nusantara I.
Menurut Agus, harus diliat dulu studi kelayakan (feasibility study) berapa anggaran yang cocok untuk DPR. Publik juga sebaiknya bisa ikut menilai hasil studi kelayakan tersebut.
"Publik juga harus dapat membaca FS-nya dan berkomentar. Dalam FS tertera luas bangunan dan lain-lain serta anggaran. Apakah perlu sebesar x dengan biaya x 1. Mengapa sebesar itu atau apakah masih bisa dikurangi dan sebagainya," tutur Agus.
"Kalau tidak ada uangnya karena ada yg lebih penting ya ditunda atau tahun depan anggarannya kecil dulu (FS sudah disetujui) dan dianggarkan multi years," lanjutnya.
Isu pembanguna gedung baru DPR pernah merebak pada 2010. Waktu itu, sempat tercetus ide mendirikan bangunan anyar yang memiliki 24 lantai.
Wacana tersebut pada akhirnya kandas karena derasnya arus penolakan publik. Kemudian, pada 2015, wacana ini muncul lagi ke permukaan dalam rangka 7 proyek penataan kawasan parlemen.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini